Thursday 28 November 2013

JAWABAN MENGENAI ISU ISU KONFLIKSURIA SUNNI VS SYIAH

Adalah Dean Henderson, seorang kolumnis
ternama yang juga aktivis lingkungan,
pernah menyatakan dengan lugas bahwa
konflik yang terjadi di Suriah bukan
sebagai konflik sektarian antara
kelompok Sunni-Syiah, melainkan konflik
politik global yang melibatkan
kepentingan Barat di negara tersebut.
Adapun perpecahan Sunni-Syiah hanya
digunakan sebagai isu untuk membagi
Suriah hingga negara itu jatuh ke dalam
“pelukan” kepentingan Barat seperti
negara-negara Timur Tengah lainnya.
Dean benar! Tidak hanya di Suriah, isu
Sunni-Syiah adalah bahan bakar yang
cukup murah dan mumpuni untuk
membelah muslim sehingga berujung
kepada menumpahkan darah sesamanya.
Saya dahulu pernah menulis satu artikel
mengenai adanya rekayasa di balik
konflik Sunni-Syiah yang kembali
mencuat tajam dalam dekade terakhir,
terutama pasca revolusi Islam yang
terjadi di Iran pada medio 1979.
Ketika itu saya mengutip dokumen dari
RAND Corporation, lembaga “think-
thank” AS yang juga merupakan partner
dari Departemen Pertahanan AS. Sebagai
catatan tambahan, lembaga yang sama
pula pada tahun 1998 pernah merilis
perlunya Indonesia untuk dipecah menjadi
8 bagian. Timor-Timur (yang telah
dikonkritkan), Aceh, Ambon, Irian Jaya,
Riau dan Bali, sisanya tetap menjadi
bagian dari Indonesia.
Khusus untuk Suriah, maka agaknya
kembali isu Sunni-Syiah dikobarkan di
sana. Media-media Barat secara intens
menggambarkan bahwa konflik Suriah
adalah konflik sektarian antara kelompok
Sunni dan Syiah. Mirisnya, propaganda ini
justru ditelan mentah-mentah dan
serampangan oleh berbagai media Islam
di Indonesia. Secara massive media-medi
Islam itu memprovakasi para pembawanya
dengan membesar-besarkan tema
perseteruan antara Sunni-Syiah, dan
mengesampingkan gejolak Timur Tengah
belakangan ini.
Padahal, jika dicermati dengan jernih,
maka konflik di Suriah sangat tidak
tepat bila digambarkan sebagai konflik
sektarian antara Sunni dengan Syiah.
Walaupun secara madzhab, Bashar Al-
Asad adalah seorang Alawi, namun
“Syiah”-nya Bashar sangat berbeda
dengan Syiah Iran. Asad bukanlah
pendukung dari konsep “Wilayatul Fakih”
atau pemerintahan ulama di Iran. Ia -
Bashar- adalah penyokong partai Ba’ath
dengan pandangan hidup dan politik
sekuler ala Barat.
Fakta ini juga diperkuat bahwa di sekelilingnya terdapat banyak ulama
Sunni yang mendukung kepemimpinannya.
Belum lagi fakta bahwa mayoritas
pasukan Suriah adalah Sunni, dan bukan
Syiah. Sebagaimana mayoritas
masyarakat di Suriah adalah pemeluk
Islam bermadzhab Sunni, dan bukan
pemeluk Islam madzhab-nya Bashar.
Sehingga sangat sungguh menggelikan
bila di berbagai media segelintir pihak
dengan “semangat 45″ menghembuskan
isu bahwa konflik di Suriah adalah konflik
sektarian antara Sunni-Syiah.
Parahnya, mereka menganggap
perseteruan itu sebagai “jihad”?
Jika demikian, lalu mengapa Iran terkesan
turut serta dalam konflik Suriah?
Sebelumnya, perlu disimak bahwa Iran
bukan satu-satunya negara yang
berperan di Suriah, melainkan banyak
negara. Sebut saja Amerika Serikat dan
sekutunya, Saudi Arabia, Qatar, Turki,
Rusia, China, dan lainnya. Dengan
demikian penyebutan Iran sangat
memberi kesan kepada publik bahwa
konflik di Suriah adalah konflik Sunni-
Syiah. Padahal bukan!
Saya lebih cenderung beranggapan
bahwa dukungan Iran kepada Bashar Al-
Assad bukan dilatarbelakangi oleh
keyakinan (silakan cermati bahwa
kekuasaan politik Bashar dibangun dan
disokong oleh kekuatan Partai Ba’aath
yang beridologi sosialis dan sekuler).
Alasan utama Iran mendukung Suriah
ialah tak lebih kepada karena Suriah
selama ini menjadi aliansi strategis Iran
dalam menghadapi ancaman Israel. Sudah
bukan rahasia, Poros segitiga (Suriah,
Iran, Hizbullah) adalah poros Timur
Tengah untuk melawan Israel. Suriah pula
adalah negara yang diduga sebagai
perpanjangan tangan Iran dalam
menyokong Hizbullah di Lebanon Selatan,
yang nota bene pernah berperang secara
terbuka dengan Israel.
Walhasil, menyatakan bahwa konflik
Suriah adalah konflik sektarian adalah
kesimpulan yang terlalu gegabah dan
terburu-buru. Ada banyak kepentingan
asing yang bermain di Suriah. Dan isu
Sunni-Syiah -sekali lagi - hanya
digunakan sebagai kendaraan
tunggangan untuk memutuskan
kepentingan asing tersebut. Mengapa?
Karena tidak ada lagi bahan bakar yang
paling murah untuk membakar kecuali isu-
isu Sunni-Syiah. Dalam hal ini Saudi
dengan Wahabi-nya menjadi aktor
utama dalam menyiramkan isu-isu yang
sebenarnya harus telah usai tersebut.

No comments:

Post a Comment

terimakasih komentarnya,, disarankan komentar sopan, dan setiap komentar ditanggung sendiri-sendiri