Thursday 21 June 2012

;;---MAN TAFAQQAH WA LAM YATASHAWWAF : BERFIQIH TAK BERTASHAWUF---;;




Oleh : Luthfi Bashori

Judul di atas berasal dari mutiara kata : Man tafaqqah wa lam yatashawwaf faqad tafassaq, waman tashawwaf walam yatafaqqah faqad tazandaq, waman tafaqqah wa tashawwaf faqad tahaqqaq (Barang siapa yang mendalami ilmu fiqih (hukum-hukum syariat) tanpa belajar tashawwuf (adab sopan santun beragama) maka ia akan terjerumus dalam kefasikan.

Barang siapa yang belajar tashawwuf tanpa mendalami ilmu hukum-hukum syariat, maka ia akan terjerumus dalam kezindiqan (kekufuran). Barang siapa belajar ilmu hukum-hukum syariat dan sekaligus belajar ilmu tashawwuf, maka sungguh ia akan mendapatkan ilmu hakikat (yaitu mengenal Allah dan mengamalkan seluruh syariat-Nya secara sempurna). Hal ini wajib dimiliki oleh setiap pribadi muslim.

Kaedah di atas, sangat layak dimengerti oleh umat Islam dewasa ini. Karena di akhir jaman yang sudah semakin dekat Qiyamat, banyak terjadi lahirnya figur-figur manusia yang hanya getol berbicara syariat tapi menolak ilmu tashawwuf (adab sopan santun dalam beragama).

Kepentingan mereka ini pada umumnya hanyalah berusaha mencari-cari sebuah amalan umat Islam untuk diukur dengan tekstual dalil, bilamana dianggap tidak ada dalil secara sharih (tekstual) yang cocok dengan amalan umat Islam ini, tentunya dalam kaca mata mereka, maka sudah dapat dipastikan akan dijadikan sasaran kritik dan bahan cemooh serta tuduhan sesat dengan berbagai argumen yang mereka paparkan, yang tampaknya dalam pandangan awwam cukup logis, karena antara penghujat itu sendiri dan kalangan awwamnya sama-sama kurang dapat mengembangkan pemahaman keilmuan agama secara baik dan benar.

Mencari-cari  keasalahan orang adalah perbuatan tercela, sekalipun dibungkus atas nama agama, hal ini jika kesalahan yang dimaksudkan itu adalah dalam masalah furu` (cabang agama). Yang mana perbedaan pemahaman dalam jalur ijtihad itu diperkenankan di dalam Islam, sebagaimana diriwayatkan dalam sanda Nabi SAW: ikhtilaafu ummati rahmah (perbedaan pendapat furu`iyyah di kalangan ummatku adalah rahmat),

Yang haram hukumnya dalam perbedaan pendapat masalah furu`iyyah ijtihadiyyah itu adalah merasa benar sendiri dan menghukumi sesat kepada pihak yang berpendapat lain. Karena dengan adanya hukum diperbolehkannya berbeda pendapat dalam furu`iyyah inilah, justru adanya madzhab empat yang diakui keabsahannya oleh umat Islam yang terwadahi dalam Ahlus sunnah wal jamaah. Empat madzhab yang dimaksud adalah Hanafi, Maliki, Syafi`i dan Hanbali.

Merasa paling benar sendiri dan suka menghujat serta senang menvonis sesat terhadap pihak lain yang bebeda pendapat dengan dalih atas nama syariat, adalah perbuatan fasik yang timbulnya karena si pelaku hanya berpegangan pada dalil syariat tanpa diserta ilmu tashawwuf (adab sopan santun dalam beragama). Man tafaqqah wa lam yatashawwaf faqad tafassaq (Barang siapa yang mendalami ilmu fiqih/hukum-hukum syariat tanpa belajar tashawwuf/adab sopan santun beragama, maka ia rawan terjerumus dalam kefasikan)

Sebaliknya ada lagi kelompok yang hanya mengandalkan amalan tashawwuf,  dalam pengertian sempit, yaitu merasa dirinya sudah menyatu dengan Allah sehingga merasa dirinya tidak lagi perlu memahami ilmu hukum syariat, padahal terhadap ilmu fiqih yang paling dasar sebagai alat untuk mengamalkan syariat ibadah itu sendiri, sama sekali tidak dikuasainya. 

Kelompok ini merasa tidak perlu mempelajari ilmu syariat/hukum-hukum fiqih dengan asumsi bahwa hukum-hukum itu hanyalah untuk kehidupan duniawi semata. Lantas mereka mencukupkan diri untuk berkonsentrasi mengamalkan ibadah saja, seperti shalat, sujud berkepanjangan, berpuasa tanpa henti, berdzikr tanpa putus, namun tanpa dasar ilmu syariat yang benar, bahkan beranggapan bahwa beribadah yang mereka amalkan semacam itu adalah jalan pintas menuju sorga.

Kelompok seperti ini, justru sering kali terjebak pada kebodohan dalam memahami agama, tentunya dengan implikasi ibadah yang mereka amalkan itu kebanyakan tidak sah karena tidak memenuhi rukun dan syaratnya secara syariat.

Sebagai ilustrasi, bagaimana shalatnya akan diterima oleh Allah jika saat mengamalkannya itu tanpa memiliki wudlu, dan bagaimana wudlunya akan menjadi sah menurut syariat jika mereka berwudlu dengan menggunakan air mutanajjis (kecampuran najis), padahal pelakunya sama sekali tidak mengetahui batasan ilmu syariat yang sebenarnya.

Jika saja semua amalan kelompok ini ternyata tidak ada satu pun yang dianggap sah menurut standar syariat, maka apa bedanya mereka dengan orang-orang yang tidak beribadah, bahkan dengan orang kafir sekalipun. Man tashawwaf walam yatafaqqah faqad tazandaq (Barang siapa yang belajar tashawwuf tanpa mendalami ilmu hukum-hukum syariat, maka ia rawan terjerumus dalam kezindiqan /kekufuran).

Solusi bagi umat Islam dalam menghadapi fenomena tersebut di atas, adalah hendaklah senantiasa belajar ilmu fiqih alias hukum-hukum syariat dalam satu waktu, dan di waktu yang lain harus juga mendalami ilmu tashawwuf sebagai penyeimbang dalam mengamalkan ilmu syariat agama Islam. Nabi SAW bersabda : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.

Jika seseorang itu dapat memahami ilmu hukum syariat dengan mendalam, dan dapat istiqamah mengamalkan ilmunya itu dengan adab sopan santun mengikuti petunjuk Nabi SAW serta para ulama salaf secara ikhlas, dengan niat agar dirirnya semakin dekat dengan Allah lewat ibadah yang diamalkannya, maka sungguh ia telah melangkah dengan cara benar dalam melaksanakan ajaran agama Islam.

Bertashawwuf dalam batasan ajaran Islam adalah prakter melaksanakan ajaran agama yang sesuai dengan adab sopan satun, baik yang bersifat ibadah  kemasyarakatan, seperti tata cara bersilaturrahim, tata cara jual beli, tata cara bertetangga dan sebagainya, terlebih lagi beradab sopan santun dalam beribadah kepada Allah, seperti menjaga kekhusyu-an dalam melaksanakan shalat, berusaha ikhlas saat berdzikir, selalu memupuk cinta dan rindu kepada Allah dan Rasulullah SAW,  demikian dan sebagainya.  

Barang siapa belajar ilmu hukum-hukum syariat dan sekaligus belajar ilmu tashawwuf, maka sungguh ia akan mendapatkan ilmu hakikat (yaitu mengenal Allah serta mengamalkan seluruh syariat-Nya secara sempurna)
http://pejuangislam.com

No comments:

Post a Comment

terimakasih komentarnya,, disarankan komentar sopan, dan setiap komentar ditanggung sendiri-sendiri