Sunday 21 July 2013

GUS MUS : TIADA DAKWAH

KH. A. Mustofa Bisri: Menurut saya, setelah Walisongo tidak ada lagi dakwah. Dakwah itu mengajak, bukan perintah apalagi memaksa. Karena mengajak, dakwah itu harus indah. Sekarang malah aneh, mereka yang tidak di jalan Tuhan bukannya diajak tapi malah disikat. 
Foto: KH. A. Mustofa Bisri: Menurut saya, setelah Walisongo tidak ada lagi dakwah. Dakwah itu mengajak, bukan perintah apalagi memaksa. Karena mengajak, dakwah itu harus indah. Sekarang malah aneh, mereka yang tidak di jalan Tuhan bukannya diajak tapi malah disikat. ^_^

SURAT UNTUK BUNG HATTA

Assalamualaikum.wr.wb.
Bung, kami berharap engkau bersama para pendiri bangsa tenang di alam sekarang. Semoga Allah mengampuni segala dosamu, dan memberi balasan atas setiap perjuangan, pengabdian dan keikhlasanmu. 

Kau tak pernah meninggalkan bangsa ini. Kau tentu sangat sedih melihat berbagai peristiwa di Tanah Air yang kau cintai. Korupsi yang merajalela dan hampir meruntuhkan bangsa ini. Perbuatan yang sangat kau tentang dan sangat kau kutuk melalui tulisan dan lelakumu, dulu.

Bung, beberapa minggu silam, di Papua, terjadi peristiwa tragis yang merenggut pekerja di perusahaan Freeport. Anak bangsa yang harus menjadi kuli bangsa asing. Kekayaan tanah air kita dikeruk bagi kesejahteraan bangsa lain. Kami tak tahu harus memulai perubahan dari mana. Di sana, OPM juga masih ada, dan terus menginternasionalisasi persoalan internal bangsa ini. Kau tentu masih ingat, di tanah subur nan kaya yang kini menjadi “milik” perusahaan asing itu, kau sepuluh bulan terpenjara di Boeven Digoel, Gulag-nya Hindia Belanda. Aku ngeri membaca buku Chalid Salim, "Sepuluh Tahun Digoel", yang bercerita tentang suasana “neraka” itu; kebosanan, ketidaktahuan, dan ketidakpastian. Masa depan gelap.

Tapi Bung, di tempat udik yang pernah disebut “neraka dunia” itu, kau menghancurkan kebosanan dengan membaca saban sore, mengajarkan ilmu ekonomi dan filsafat dalam sepekan, serta menulis kolom untuk surat kabar Pemandangan sebulan sekali. Ah, kau benar-benar memegang erat prinsipmu, “di atas segala lapangan tanah air aku hidup, aku gembira”. Kau memang tangguh, Bung!
Kau adalah orang pusat yang gelisah bila daerah bergolak. Bung terus gelisah bukan terhadap perpecahan suatu bangsa, tetapi karena kesatuan yang dicita-citakan akan menjadi kesatuan berdarah yang menyiksa sepanjang masa. Kita bersedih Bung!

Kau pernah berpendapat, “penyelesaian pusat terhadap persoalan daerah hanya akan menghasikan kebersatuan yang tidak memberi peluang tumbuhnya kekuatan lokal yang justru diperlukan oleh suatu negara kesatuan”. Dan, sebagaimana kritik yang pernah kau lontarkan, kekuatan bukan terletak dalam keseragaman, sebab kau menyebut persatuan yang demikian sebagai “persatean”. Benar Bung, hanya dengan menumbuhkan keragaman suatu bangsa bisa mekar dengan kuat. Kau—kata Daniel Dakhidae--adalah adalah orang daerah yang berdiri kukuh di pusat.

Aku sadar, pandangan dan cita-citamu tentang negara bangsa yang bersatu telah terpatri lama. Dalam rapat Indonesche Vereegining, 8 Februari 1925, kau bersama beberapa teman menentukan nama tanah air ini “Indonesia”, bukan “Hindia Belanda”. Saat itu, usiamu belum matang, tapi kau telah menanamkan benih kemerdekaan bagi anak cucumu kelak.

Aku tahu Bung, kau adalah pribadi kompleks penuh paradoks. Kau berjiwa pemberontak, tapi berpenampilan kalem. Saat menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda, politik “non-kooperasi” justru kau tikamkan di jantung kolonialisme itu sendiri. Kau berpikiran revolusioner, namun asketis. Tak minum alkohol, tak tertarik dansa-dansi, apalagi foya-foya. Benar-benar pribadi unik dan menarik.

Kau adalah politisi yang santun. Bagimu, satu musuh terlalu banyak, dan seratus teman terlalu sedikit. Aku tak heran, meski kau berbeda pandangan dan ideologi dengan teman seperjuangan, kau tetap menghargainya sebagai sahabat. Pada 1930-an, kau mengkritik gaya one man show Soekarno dan menyatakan pentingnya “menciptakan ribuan, bahkan jutaan Soekarno” lewat pendidikan politik yang luas, bukan dengan penggalangan massa.

Yang luar biasa adalah keteguhanmu memegang prinsip. Saat melihat pemerintahan yang tidak beres, kau menyampaikan saran dan kritik kepada Presiden Soekarno. Sayang, gayung tak bersambut. Kau memilih mengundurkan diri sebagai wapres pada 20 Juli 1956. Rakyat sedih karena dwitunggal telah menjadi dwitanggal. Hebatnya, persaudaraanmu dengan Soekarno tak pernah luntur.

Sebagai negarawan dan salah satu bidan yang membantu kelahiran republik ini, kau tetap kritis meski dipinggirkan secara politik oleh Orde Baru. Tatkala kau mengutip istilah Julien Benda, “penghianatan intelektual”, kau telah menghujamkan pisau ke dua arah sekaligus; kepada rezim totaliter militeristik, dan pada para intelektual yang menghamba padanya. Aku sadar, kau juga intelektual yang melahirkan dan mengembangkan pemikiran politik, ekonomi, dan sosial yang orisinil, berbobot, dan brilian. Wajar jika kau tak mau dibungkam oleh siapapun.

Guruku pernah berkisah, tunjangan pensiunmu tak cukup untuk menghidupi keluarga. Deliar Noer, dalam biografi politikmu menulis, dalam kondisi terpepet seperti itu, kau dengan tegas menolak tawaran menjadi komisaris beberapa perusahaan. “Apa kata rakyat nanti!” demikian penegasanmu. Betul kata Mavis Rose, penulis biografi politikmu, bahwa kau adalah negarawan kaliber tertinggi, yang siap mengorbankan ambisi, kekayaan, dan kedudukan demi cita-citamu. Tentunya kau miris melihat kondisi elit politik saat ini, bukan?

Bung, dalam akhir risalah Demokrasi Kita, kau mengutip kalimat penyair Jerman, Schiller : “Suatu abad besar telah lahir. Namun, ia menemukan generasi kerdil.” Meski kalimat itu kau kutip untuk menyindir pada pemimpin partai politik saat itu, agaknya masih berlaku untuk Indonesia saat ini.
***
Kau memang jauh dari kesan flamboyan, sebab kau gemar kata-kata Multatuli, onhoorbar groeit de padi, “tak terdengar tumbuhlah padi”. Wajar jika kau terkesan dingin, serius, dan tak suka humor. Padahal, kau pria romantis dan sayang keluarga. Bolehkah aku mencatat secara khusus peristiwa di bawah ini?

Di Villa Megamendung Bandung, 18 November 1945, sejarah mencatat peristiwa penuh kejutan itu. Kau, yang telah berusia 43 tahun memberikan buku karyamu; Alam Pikiran Yunani, sebagai mas kawin kepada Rachmi Rachim, gadis jelita itu. Ah, kau memang penulis romantis yang pernah bersumpah tak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, sebagai kutu buku pecinta ilmu, tiga puluh ribu judul buku di perpustakaan pribadimu telah menjadi warisan berharga bagi kami.

Maka, melalui surat ini, aku ingin mengenalmu sebagai sosok yang jujur dan disiplin, muslim yang saleh, agamawan yang demokrat, dan ekonom yang berideologi kerakyatan, serta pemimpin yang santun, ikhlas dan memegang amanah. Dan, kau tahu bung, hatiku selalu tergetar mendengar suara Iwan Fals yang mengenangmu melalui lagu ritmis sesuai nama masyhurmu yang merakyat, Bung Hatta!

Maaf Bung, aku tak berniat menyanjungmu. Aku tak ingin memitoskanmu. Aku hanya ingin semangatmu tetap ada untuk membangun bangsa ini. Dan, aku hanya ingin memenuhi tantangan penyair asal Padang, “Tulislah sesuatu yang kau ketahui tentang Bung Hatta. Dia orang besar dan hidupnya seperti buku yang tak pernah tamat dibaca”. Kami selalu merindukanmu, wahai Mohammad Hatta!

Wassalam.

Rijal Mumazziq Z

(Pengagum dirimu)

KEUTAMAAN ILMU, AHLI ILMU DAN PENCARI ILMU


Bismillahirrahmanirrahim

Saudaraku, engkau takkan memperoleh Ilmu kecuali dengan enam perkara※ akan ku kabarkan perinciannya dengan Jelas yaitu cerdas, senang/kemauan, bersungguh-sungguh, mempunyai biaya※ petunjuk guru, dan waktu yang panjang (al Bajuri)

Hasan al Bashri ra berkata ; "Goresan pena seorang yang berilmu adalah tasbih, tulisannya adalah ilmu, memandang kpdnya adalah ibadah, tintanya bagaikan darah syahid, ketika ia bangun dari kuburnya ahlul jam'i memandangnya, dan dia dikumpulkan bersama para nabi"

Dan Rasulullah saw bersabda :"Barang siapa yang menuntun seorang alim, maka Allah akan mencatat baginya untuk setiap langkah pahala memerdekakan satu budak, dan barang siapa mencium kepala orang alim, Allah akan mencatat baginya satu kebaikan untuk setiap rambut",

Mendaras/mempelajari ilmu semalaman lebih utama dari pada waktu seluruh sisa hidupnya. Mempelajari ilmu lebih utama daripada dzikir, waqouluhu : "hingga ikan-ikan di air" walaupun dikususkan ikan-ikan tsb untuk dzikir maka tiada lisan yang mampu bagi ikan tersebut" al Bujairomi


Abu Laits berkata : "Barangsiapa duduk di samping orang alim(untuk belajar kepadanya dan ia tidak mampu untuk menghafal sesuatu dari ilmu, ia tetap memperoleh tujuh kemuliaan : kelebihan para penuntut ilmu, menghalanginya dari dosa-dosa, turunnya rahmah kepadanya ketika ia keluar dari rumahnya, dan ketika rahmah turun kepada ahli halaqoh (zaman dahulu menuntut ilmu secara duduk melingkar) maka ia mendapat bagiannya(ilmu), dan dicatat baginya suatu ketaatan selama ia menjadi penyimak, dan ketika hatinya sempit karena tiada kepahaman, maka jadilah himmah(minat)nya sebagai perantara ke hadirat Allah Ta'ala, karena firmanNya : "Aku bersama orang yang patah hatinya karena Aku" maksudnya Allah memulihkan hatinya dan menolongnya.

Dan diriwayatkan : "mulialah seseorang yang berilmu, dan hina orang fasiq, maka ia menolak hatinya dari kefasiqan dan wataknya condong kepada ilmu.

Dan beliau (Abu Laits) berkata lagi : "Barang siapa duduk beserta delapan golongan, Allah akan menambah delapan perkara :
1. Barang siapa yang duduk (bergaul) bersama para orang kaya Allah akan menambah untuknya cinta dunia dan kesenangan di dalamnya,
2. Barang siapa duduk (bergaul) bersama orang-orang faqir, Allah akan menghasilkan baginya syukur dan ridha atas pembagian Allah Ta'ala,
3. Barang siapa duduk (bergaul) bersama penguasa (dzalim) Allah akan menambah baginya keras hati dan kesombongan
4. Barang siapa (bagi laki-laki) yang duduk2 (bergaul) bersama perempuan (lain/ajnabiyah) Allah akan menambah baginya kebodohan dan nafsu syahwat
5. Barang siapa duduk (bergaul) bersama anak2 maka bertambahlah senda gurau (main2)
6. Barang siapa bergaul dengan orang fasiq (pendosa) maka bertambahlah penarikan dosa2 dan memperlambat taubat maksudnya mengakhirkannya
7. Barang siapa bergaul dengan orang2 shalih maka bertambahlah suka dalam ketaatan
8. Barang siapa bergaul dengan para ulama' maka bertambahlah ilmu dan amal . Finis (Imam Bujairomi dalam al Iqna")

Imam As Syafi'i ra berkata :
"Barang siapa mempelajari Al Qur'an maka akan di gagungkan nilai orang tersebut, barang siapa mempelajari fiqih maka ia dimulyakan pangkatnya, barang siapa menulis hadits maka dikuatkan hujjahnya, barang siapa belajar matematik maka banyaklah pandangannya, barang siapa belajar bahasa Arab maka ringanlah otaknya, barang siapa yang tidak menjaga dirinya maka tidak bermanfaatlah ilmunya, finis, dari kitab an Najmul Wahhaj

Imam Al Ghazali berkata :
"Empat, tiada mengetahui nilainya kecuali yang empat : tidak akan tahu nilai kehidupan kecuali orang2 mati, tiada tahu nilai kesehatan kecuali pengidap penyakit, tiada tahu nilai masa muda kecuali orang -orang tua dan tidak akan tahu nilai kekayaan kecuali para orang faqir,
Wallahu a'lam bisshawab
diambil dari Bughyatul Murtasyidin

Misteri Kitab Tua “Idharul Haq”




Menguak Sejarah Kerajaan Islam Perlak

PERLAK, di Aceh Timur disebut sebagai kerajaan Islam pertama (tertua) di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Kesimpulan dari Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara tahun 1980, di Rantau Kualasimpang itu didasarkan pada satu dokumen tertua bernama kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak, karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy. Itu yang menyisahkan pertanyaan bagi sebagian sejarawan mengenai kebenaran sejarah itu.

Kitab Idharul Haq yang dijadikan sumber satu-satunya. Sebagian sejarawan meragukannya. Apalagi kitab Idharul Haq yang diperlihatkan dalam seminar itu katanya bukan dalam bentuk asli, tidak utuh lagi melainkan hanya lembaran lepas. Kitab itu sendiri masih misteri, karena sampai sekarang belum ditemukan dalam bentuk aslinya. Sehingga ada yang mengatakan kita Idharul Haq ini hanya satu rekayasa sejarah untuk menguatkan pendapat bahwa berdasarkan kitab itu benar kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Perlak.

Banyak peneliti sejarah kritis, meragukan Perlak itu sebagai tempat pertama berdirinya kerajaan Islam besar di Aceh. Diperkuat dengan belum adanya ditemukan artevak-artevak atau situs-situs tertua peninggalan sejarah. Sehingga para peneliti lebih cenderung menyimpulkan kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Samudra Pasai yang terdapat di Aceh Utara. Banyak bukti yang meyakinkan, baik dalam bentuk teks maupun benda-benda arkeologis lainnya. Seperti mata uang dirham pasai dan batu-batu nisan yang bertuliskan tahun wafatnya para Sultan kerajaan Islam Samudra Pasai.

Keraguan para sejarawan tentang Perlak sebagai bekas kerajaan Islam pertama yang hanya mengambil dari sumber kita Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak, perlu ditelaah lebih jauh. Ada pengalaman ketika saya melakukan kegiatan sosial di Kabupaten Aceh Tengah, tepatnya di Desa Sukajadi, Kecamatan Bukit, tahun 1989. Ketika itu saya ditampung di rumah seorang warga bernama Mitra. Ia pegawai negeri di Kantor Camat Kecamatan Bukit. Rumahnya di Desa Suka Jadi lumayan besar untuk ukuran rumah desa yang terletak di puncak bukit Suka Jadi yang mencirikan rumah khas penduduk tanah gayo.

Selama berada di desa itu, saya bertemu dengan seseorang yang berusia lanjut. Tamu itu diantar kedua anaknya, dan pak Mitra selaku pemilik rumah memperkenalkan tamu tersebut kepada saya bahwa itu adalah kakeknya sekaligus gurunya dalam menuntun ilmu makrifat. “Namanya Tgk. Abdul Samad, tapi kami sekeluarga dan orang-orang di Aceh tengah ini memanggil beliau dengan nama Kek Adu”, jelas Mitra yang menambahkan bahwa kakeknya itu adalah tokoh adat di tanah Gayo, tapi beliau sudah lama tidak tinggal lagi di Aceh Tengah. “Beliau sekarang tinggal di Pesanten Matang Rubek Panton Labu Aceh Utara. Hanya sesekali pulang ke Aceh Tengah untuk menjenguk cucu dan saudara-saudaranya yang lain,” tutur Mitra saat itu.

Tgk. Abdul Samad alias Kek Adu yang saat itu duduk agak di sudut ruangan, hanya sesekali mengiyakan apa yang dijelaskan cucunya kepada saya. Kami mengobrol mulai seputar agama terutama soal makrifat hingga masalah sejarah kerajaan Linge dan hubungannya dengan kerajaan Islam Perlak di Aceh. Kek Adu menjelaskan panjang lebar tentang pertalian Kerajaan Islam Perlak dengan kerajaan Linge Aceh Tengah. Ternyata ia juga ikut dalam seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara tahun 1980 di Rantau Kualasimpang Aceh Timur itu. Maka ia pun mengeluarkan satu kitab dari tasnya. “Kitab ini namanya Idharul Haq, kemana saya pergi sekarang saya bawa, karena sedang saya alihbahasakan dari bahasa Melayu Jawi ke dalam bahasa Indonesia,” katanya sambil memperlihatkan sebagian hasil translit isi kitab itu dari huruf Jawi ke dalam huruf latin.

Saya kaget ketika ia menyebut kitab itu bernama Idharul Haq. Kitab berukuran 30 x 25 cm yang tebalnya kira sama-sama dengan Alquran, saya periksa. Tampak dari kertasnya sudah usang, dan saya menduga kitan itu adalah hasil foto kopy dari kitab yang aslinya. Karena kertasnya persis sama dengan kertas yang dipakai sekarang ini. Tgk. Abul Samad pun mengaku kalau kitab itu adalah kopian dari yang aslinya. Alasannya karena ia sedang melakukan penerjemahan, sehingga dikopi agar mudah dibawa kemana pun.

Lepas asli atau tidak, bahwa kitab Idharul Haq yang pernah diragukan keberadaannya itu sebagai dokumen yang mengungkapkan sejarah kerajaan Islam Perlak, sedikitnya sudah memberikan titik terang. Hanya saja saya tak diizinkan mengkopi kitab itu oleh Tgk. Abdul Samad, karena kitab Idharul Haq itu belum selesai diterjemahkan dari huruf Arab Jawi ke dalam huruf latin.

Menginat kitab Idharul Haq ini begitu penting dalam menyingkap sejarah Islam di Aceh, saya pernah menemui Kepala Museum Negeri Aceh (saat itu Drs Nasruddin Sulaiman), menyarankan agar kitab Idharul Haq yang berada di tangan seorang tokoh adat di Aceh Tengah, dapat dicopy sekaligus menjadi koleksi dan dokumen sejarah di Meseum Aceh. Namun saran itu tak direspon pejabat Meseum dengan dalih, bahwa Meseum Negeri Aceh tidak punya dana untuk mengirim Timnya menyelidiki kitab tersebut.

Menggali ulang


Kita patut bangga atas upaya Yayasan Monisa yang dipimpin Drs. Badlisyah yang didukung Pemkab Aceh Timur yang akan menggali kembali keabsahan sejarah kerajaan Islam Perlak sebagai kelanjutan seminar tahuan 80-an. Salah satu situs sejarah yang diteliti adalah batu nisan pada makam Sultan Ala ad Din Said Maulana Abdul Aziz Syah yang terdapat di komplek Bandar Khalifah, yang disebut-sebut sebagai Sulthan pertama kerajaan Islam Perlak Penggalian nisan yang dipimpin Deddy Satria, alumnus Arkeologi UGM, tidak membuahkan hasil sebagaimana didugna, bahwa batu nisan makam Sultan Maulana Said Abdul Azis Syah diyakini ada tulisan yang menerangkan nama yang punya makan serta tahun meninggalnya. Di nisan itu hanya berupa pahatan-pahatan yang memang agak mirip dengan bentuk tulisan-tulisan berhuruf Arab.

Menurut Deddy Satria bentuk batu nisan pada makam Sultan Maulana Abdul Aziz Syah yang kami gali itu ada kemiripannya dengan nisan-nisan yang terdapat di komplek makam raja-raja Samudera Pasai, dimana bentuk nisan seperti itu diperkirakan hasil produksi antara abad ke 14 dan 15 Masehi. Artinya, bahwa batu nisan pada makam Sultan Ala ad Din Said Maulana Abdul Aziz Syah di Komplek Bandar Khlalifah Perlak, bukanlah bentuk batu nisan tertua di Aceh, karena menurut Arkeolog Deddy Satria bentuk batu nisan seperti itu juga ditemukan di komplek makam raja-raja di Samudera Pasai Aceh Utara.

Temuan Arkeologis ini tentu sedikit mengewakan dari apa yang telah menjadi kesimpulan seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara tahun 1980, yang menyatakan Perlak adalah pusat kerajaan Islam tertua di Nusantara dengan Sultan pertamanya Sultan Ala ad Din Said Maulana Abdul Aziz Syah. Karena adanya kesamaan batu nisan Sultan Maulana Abdul Aziz Syah dengan batu nisan yang terdapat di komplek makam raja-raja Samudera Pasai. Maka jelas Perlak sebagai kerajaan Islam tertua diragukan.

Nah, sekarang tinggal memburu kitab Idharul Haq, yang sebelumnya dijadikan sumber sejarah. Kitab ini akan membuka tabir kebenaran. Maka pihak yayasan Monisa pun memandu kami menuju Matang Rubek (sekitar 28 kilometer arah Selatan Kota Panton Labu) untuk menenui Tgk. Abdul Samad (Kek Adu) yang pernah memperlihatkan kitab Idharul Haq kepada saya 20 tahun yang lalu di rumah cucunya Desa Sukajadi Aceh Tengah. Selama 30 menit kami berhasil sampai di Pesanten, tempak Kek Adu berhidmat.

Kami langsung menemui salah seorang santri menyampaikan hasrat kami untuk menemui pimpinan Pesantren tersebut. Karena dalam pekiran kami yang memimpin pesantren itu adalah Tgk. Abdul Samad alias Kek Adu yang pernah memperlihatkan kitab Idharul Haq pada saya 20 tahun yang lalu di Desa Suka Jadi Aceh Tengah. Namun setelah bertemu pimpinan Pesantren, mengatakan kepada kami bahwa beliau (Kek Adu), sudah lama meninggal dunia. Informasi meninggalnya Tgk Abdul Samad ini sekaligus memupuskan harapan kami dalam mencari kembali jejak kitab Idharul Haq yang pernah diperlihatkan Tgk Abdul Samad ketika beliau masih hidup dan bertemu saya 20 tahun lalu di Desa Suka Jadi Aceh Tengah.

Membongkar dokumen keluarga

Kitab Idharul Haq adalah kunci sejarah kebenaran Kerajaan Islam Perlak. Maka awal April 2009 lalu, saya kembali menemui cucu almarhum Kek Adu atau Tgk Abdul Samad yang tinggal di Desa Suka Jadi Aceh Tengah. Singkat cerita saya kembali kecewa karena begitu sampai di rumah yang saya tuju di Desa Suka Jadi, ternyata cucu almarhun dari Kek Adu bernama Mitra tidak lagi tinggal di rumah yang pernah saya tinggal 20 tahun yang lalu. Rumah tersebut sudah diberikan kepada anaknya. Sedangkan Mitra sendiri (cucu dari Kek Adu) sudah lama pindah ke kota Takengen.

Alhamdulillah, alamatnya saya dapatkan dan kami bertemu kembali dengan cucu Kek Adu. Namun setelah menyampaikan maksud untuk mendapatkan kitab Idharul Haq, ternyata menurut Mitra, bahwa kitab kakeknya banyak diambil sahabatnya di Lhokseumawe, dan kitab yang dimaksud tidak dititipkan pada keluarga. “Seperti kitab sejarah kerajaan Lingge, dulu ada sama kakek. Dan khusus kitab Idharul Haq ini ia tidak tahu apakah ada dalam dokumen yang telah disimpan keluarga di Isak Aceh Tengah, atau kitab itu sudah diberikan kepada sahabatnya di Lhokseumawe semasa beliau hidup,” ujar Mitra. Dimana kitab Idharul Haq berada?


* Penulis Oleh Nab Bahany As, anggota masyarakat sejarawan Indonesia (MSI) Aceh, dan ketua (LSKPM) Banda Aceh.

Written By redaksitabloidindofokusonline tabloidindofokus on Kamis, 22 November 2012 | 23.49
3

MENGIKUTI IJMA/ KESEPAKATAN ULAMA

Ittiba' Ijma’ Al Jama’ah (Ijma mayoritas kaum Muslim/ paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah)

بســــــــــــــــــــــــــــــــم الله الرّحمـــن الحــــــــــــــــــــــــــــيم

Diriwayatkan oleh Imam As Syafi’i dari Shahabat Umar ibn Khattab ra bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الا فمن سره بحبحة الجنة فليزم الجماعة فان الشيطان مع الفذ وهو من الاثنين ابعد

Alaa, faman sarrohu bahbahata al jannati falyazim al jama’ah, fainna asy syaithona ma’a al faddzi wahuwa min al itsnaini ab’adu

“Ingatlah, barangsiapa yang ingin menempati surga, maka ikutilah al Jama’ah, karena syaitan adalah bersama orang-orang yang menyendiri. Ia (menyendiri) lebih jauh (untuk selamat dari syaitan) daripada dua orang yang bersama.”

Dalam sebuah atsar yang diriwayatkan Imam As Syafi’i bahwa suatu hari shahabat Umar ibn Khattab berkhutbah di Syam :

ان رسول الله قام فينا كمقامي فيكم فقال : اكرموا اصحابي ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم يظهر الكذب حتي ان الرجل يحلف ولا يستحلف ويشهد ولا يستشهد الا فمن سره بحبحة الجنة فليزم الجماعة فان الشيطان مع الفذ وهو من الاثنين ابعد ولا يخلون رجل بامراة فان الشيطان ثالثهما ومن سرته حسنة وساءته سيئة فهو مؤمن

Inna Rosulallahi qooma fiina kamaqoomiy fiikum faqoola : akrimuu ashhabiy tsumma al ladzina yalunahum tsumma al ladzina yalunahum. Tsumma yadzharu al kidzbu, hatta anna ar rojula yahlifu wala yustahlafu, wa yasyhadu wala yustasyhadu. Alaa, faman saarohu bahbahata al jannati falyazim al jama’ah fainna as syaithona ma’a al fadzdzi wahuwa min al isnaini ab’adu. Walaa yakhluwanna rojulun bi imroatin fainna as syaithona tsalitsuhuma. Waman sarrothu hasanatun wa saa’athu sayyiatun fahuwa mu’minun.

“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dihadapan kami (shahabat) sebagaimana aku berdiri di hadapan kalian, beliau bersabda : muliakanlah shahabatku, kemudian generasi sesudahnya (tabi’in), kemudian generasi sesudahnya lagi (tabi’ut tabi’in). Setelah generasi itu akan muncullah kebohongan sehingga ada seseorang yang bersumpah, padahal ia tidak dimintai untuk bersumpah. Ia bersaksi, padahal ia tidak dimintai untuk bersaksi/menjadi saksi. Ingatlah ! barang siapa ingin masuk surga maka ikutilah Al Jama’ah, karena syaitan bersama orang yang menyendiri, dan ia (menyendiri) lebih jauh daripada dua orang yang bersama. Dan tiada seorang laki-laki dan seorang perempuan (bukan muhrim) yang berkhalwat (berduaan) kecuali ketiganya adalah syaitan. Dan barangsiapa yang kebaikannya membahagiakan hatinya dan keburukannya menyedihkan hatinya maka dia adalah mukmin sejati”.

Dikutip dari Ushul Al Fiqh, Muhammad Abu Zahrah, Cairo 1958

PINTU-PINTU SYURGA

Puasa
Bismillahirrahmanirrahim

Puasa adalah belenggu bagi orang2 yang bertaqwa dan taman2 bagi orang2 yang berbuat baik dan orang2 yang mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.

Tidaklah pantas jika Anda memotong puasa bulan Ramadhan dengan Anda meninggalkan pahala2 sunnah2 dan meninggalkan memperoleh derajat luhur dalam surga2 firdaus (surga paling tinggi hingga tingkat tengah, Ka'ab telah berkata : tiada surga yang lebih tinggi dari surga firdaus, di dalamnya orang2 yang memerintahkan berbuat baik, dan orang2 yang mencegah kemungkaran) maka Anda akan rugi tatkala melihat tempat2 orang2 yang berpuasa seperti halnya Anda melihat bintang2 gemerlapan, dan mereka berada di tempat paling tinggi.

Dalam suatu hadits : sesungguhnya di surga terdapat pintu yang disebut dengan "Royyan" orang2 yang berpuasa masuk dari pintu tersebut pada hari Jum'at tiada seseorang yang dapat masuk selain mereka, setelah mereka masuk maka dikuncilah pintu tersebut, dan tiada seseorang yang bisa masuk.

Dalam hadits tersebut lagi : dalam surga terdapat pintu yang disebut "ad Dluha" dan ketika Hari Kiamat tiba, malaikat penyeru menyeru : "manakah orang2 yang melanggengkan sholat dhuha? inilah pintu kalian, masuklah kalian !" kemudian mereka masuk.

Dan disebutkan pula dalam hadits tersebut : dalam syurga terdapat suatu pintu yang disebut "al Farh" tiada orang yang dapat masuk ke dalamnya kecuali orang-orang yang membuat senang anak-anak. (bungah)

Hasilnya, sesungguhnya tiap-tiap banyaknya macam ibadah dikhususkan suatu pintu yang Malaikat penyeru menyeru darinya sebagai balasan.

Dan setiap orang yang mengumpulkan amal dengan segala macam ketaatan akan diajak ke semua pintu karena memuliakannya.

Dan tiada orang2 yang masuk kecuali dari satu pintu saja, yakni pintu yang mana suatu amal ibadah mengalahkan amal lainnya (amal yang paling banyak).

Wallahu a'lam bissawab
★Disarikan dari adab berpuasa, Maraqil Ubudiyah, syaikh Nawawi al Jawi

TAFSIR HADITS MAN QAMA RAMADHAN

bismillah
diriwayatkan oleh Imam al Bukhari dari Abi Hurairah :
man qama : barang siapa mendirikan
maksudnya barang siapa yang menghidupkan malam Ramadhan(dgn ibadah sprti shalat sunnah, tadarus, dll) kira2nya, atau maknanya menunaikan shalat tarawih
imanan : karena iman
maksudnya membenarkan dalam hati atas pahala2nya
wahtisaban : dan ikhlash
maksudnya iklas, kedua lafal (imanan wahtisaban) dibaca nasab(fathatain) atau menjadi maf'ul keduanya bagi lafadz qoma
maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu
(al masyariq - durrotun nasihin)

Allah Ta'ala berfirman kepada nabi Musa as :
Sesungguhnya Aku memberi ummat Muhammad dua cahaya agar dua kegelapan tidak membahayakan mereka.
Nabi Musa as bertanya : apa dua cahaya itu wahai Tuhanku? Allah ta'ala menjawab : Cahaya Ramadhan dan cahaya Al Qur'an.
Nabi Musa as bertanya lagi : dan apakah dua kegelapan itu wahai Tuhanku? Allah Ta'ala menjawab : yaitu kegelapan kubur dan kegelapan hari kiamat (dzurrotul wa'idzin - dzurrotun nasihin)
wallahu a'lam

PERINGATAN DAN DUA KEGEMBIRAAN BAGI ORANG YANG BERPUASA



Syaikh Nawawi dalam kitabnya Tanqih al Qoul syarah Lubabul Hadits (Imam as Suyuti) menyebutkan suatu hadits kira2 artinya :
dari al Hasan ra dari Abu Hurairah ra beliau berkata, Rasulullah saw bersabda : "Puasa adalah benteng/ penghalang dari neraka selama neraka tidak menenggelamkannya, Rasulullah ditanya : apakah yang menenggelamkannya? beliau menjawab : sebab dusta dan menggunjing (rasan2)

dan mensyarahi suatu haditsnya, yang artinya :
Rasulullah saw bersabda :
"Dua kegembiraan bagi orang yang berpuasa, yaitu ketika ia berbuka dan ketika ia bertemu dengan Tuhannya"

1. gembira saat berbuka : sebab hilangnya rasa lapar dan dahaga ketika diperbolehkan baginya berbuka, waqila : jika yang disebut adalah senang sebab berbuka, maka sekiranya gembiranya tersebut sebab puasanya telah sempurna dan selesai ibadahnya, serta mendapat keringanan dari Tuhannya, serta pertolongan untuk menghadapi puasa esok hari
2. gembira saat bertemu Tuhannya : di hari kiamat, Wahab Ibn Manbih berkata : tiada kenyamanan bagi seorang Mu'min selain bertemu Tuhannya, maksudnya sebab hasilnya ganjaran dan pahala2 atau sebab memandang Tuhannya (bin nadzor).

Wallahu a'lam bissawab
nastaghfirullah ala khotiatina wa afwu minkum

TAQWA

Taqwa
bismillah

adalah menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla, dan menjauhi laranganNya dalam keadaan sembunyi dan ramai. Dan tidak sempurna taqwa seseorang kecuali dengan menjauhi perbuatan-perbuatan hina. Dan mengandung keutamaan, taqwa adalah suatu jalan seseorang yang mau menjalaninya dan suatu tali yang kuat yang bias menyelamatkan orang yang mau berpegang erat padanya.

Sebab-sebab taqwa
1. orang-orang yang memandang bahwa dirinya hanyalah orang yang hina, dan sesungguhnya Tuhannya Maha Kuat dan Maha Mulia. Dan tidak pantas bagi mahluk hina untuk mendurhakai Dzat yang Maha Mulia, karena kedudukan manusia dalam kekuasaanNya.

2. Seseorang mengingat kebaikan Allah kepadanya dalam seluruh keadaan, dan sebab itu tidaklah pantas bagi seseorang jika mengingkari nikmat Allah Ta’ala.

3. mengingat kematian, karena orang yang mengingat kematian tahu kalau dirinya akan menghadapi kematian, dan tahu bahwa masa depannya adalah surga dan neraka itu semua mendorong seseorang untuk melakukan amal-amal bagus semampu dirinya.

Beberapa amal salih yaitu : menggembirakan kaum muslimin dengan pandangan penuh kasih sayang dan berbuat kasih kepada orang yang memusuhinya jika ia mengharap kebagusan yang membuahkan taqwa.

Adapun buah Taqwa : kebaikan dunia dan akhirat.

1. Buah di dunia : tingginya derajat, sebutan bagus baginya, memperoleh cinta manusia, karena orang yang bertaqwa dimuliakan orang-orang kecil, dan disegani orang-orang besar, dan orang-orang yang berakal memandang bahwa orang yang bertaqwa lebih utama dengan kebaikan dan kasihnya.

2. Buah di akhirat : selamat dari neraka, beruntung masuk surga, Allah mencukupi kemulyaan bagi orang-orang yang bertaqwa dalam firmanNya : “sesungguhnya Allah bersama orang-orang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat baik”.

wallahu a'lam bissawab
disarikan dari kitab Taisirul Kholaq

ADAKAH YANG LEBIH MURAH HATI?

“Kisah Inspiratif Habib Abdullah bin Syeikh Alaydrus dengan Waliyullah Ba Misbah”

Suatu hari Habib Abdullah bin Syeikh Alaydrus duduk bercakap-cakap dengan para sahabatnya. Tiba-tiba beliau bertanya: “Adakah dermawan yang lebih murah hati daripada aku?” Dua kali pertanyaan ini diajukan, tetapi semua diam, tak ada seorang pun yang berani menjawabnya. 

Namun, kemudian ada salah seorang dari mereka berkata: “Ya Habib, ada yang lebih murah hati daripada engkau.”

“Siapa dia?” tanya Habib Abdullah bin Syeikh Alaydrus.

“Dia tak begitu dikenal,” jawab orang itu.

“Kau harus memberitahukan siapa orang itu. Tak ada alasan untuk menyembunyikannya dariku!” seru Habib Abdullah bin Syeikh Alaydrus.

“Dia seorang lelaki lemah bernama Ba Misbah, tinggal di Kholif.” 

“Apa pekerjaan laki-laki ini ?” tanya Habib Abdullah bin Syeikh Alaydrus penasaran.

“Tukang celup pakaian.”

Pada suatu malam, Habib Abdullah menyamar sebagai wanita, lalu pergi ke rumah Ba Misbah di Kholif. Sesampainya di sana, beliau mengetuk pintu rumah Ba Misbah. “Siapa?”, tanya Ba Misbah. 

“Aku seorang syarifah Alawiyah. Aku butuh sesuatu darimu.” 

Dengan perasaan senang, Ba Misbah segera keluar menemui sang tamu. “Selamat datang wahai Syarifah, segala puji syukur bagi Allah yang telah memilih kami untuk memenuhi kebutuhanmu”, katanya setelah membuka pintu. 

Malam itu adalah malam Idul Adha. “Ya sayyidatiy, apakah kebutuhanmu, mintalah semua yang kau butuhkan. Hamba akan patuh kepadamu”, kata Ba Misbah. 

“Aku adalah seorang syarifah yang miskin. Anakku banyak. Aku tidak memiliki ayah, saudara maupun suami. Besok hari raya, tapi kami tak memiliki apa-apa.” 

“Marhaba... permintaan yang mudah bagi pelayanmu ini. Lalu apa yang kau inginkan?” 

“Aku butuh makanan dan beras.” 

“Siap!”, ia lalu memberikan dua karung makanan dan dua karung beras. 

Habib Abdullah tidak membawa barang-barang itu pulang ke rumah, tapi beliau pergi ke belakang rumah Ba Misbah, lalu meletakkan makanan dan beras tersebut di sana. Beliau menunggu hingga Ba Misbah naik ke tingkat paling atas dari rumahnya. Setelah merasa yakin bahwa Ba Misbah telah tidur, beliau kembali ke rumah Ba Misbah, mengetuk pintunya.

“Siapa?” tanya Ba Misbah. 

“Hababahmu, Syarifah yang tadi datang ke sini. Aku masih ada kebutuhan yang lupa kusampaikan kepadamu.” 

“Selamat datang Sayyidatiy, puji syukur bagi Allah yang telah memilih aku untuk memenuhi kebutuhanmu. Ini sebuah nikmat yang agung.” Ia segera menemui Habib Abdullah dengan perasaan senang dan bahagia. “Ya sayyidatiy, mintalah apa yang kau perlukan, aku adalah abdimu, milikmu”, katanya setelah membuka pintu.

“Aku lupa, kami berempat di rumah tidak memiliki pakaian. Aku butuh pakaian.”

“Siap”, ia lalu mengambilkan empat pakaian yang telah dicelup dan bergambar. Pakaian-pakaian itu berkualitas tinggi dan pakaian terbaik bagi wanita zaman itu adalah yang bergambar. Habib Abdullah membawa pakaian tersebut ke belakang rumah Ba Misbah dan meletakkannya di tempat yang sama. Beliau mulai takjub dengan kebaikan akhlak Ba Misbah. Sebab, meski diganggu di malam hari, ia tidak merasa susah dan jengkel. 

Setelah merasa yakin bahwa Ba Misbah telah tidur pulas, Habib Abdullah kembali ke rumah Ba Misbah untuk yang ketiga kalinya. Beliau mengetuk pintu rumahnya. Ba Misbah segera bangun dan bertanya: “Siapakah yang di luar?”

“Hababahmu, Syarifah yang tadi datang ke sini. Aku lupa, masih ada satu kebutuhan lagi yang belum kusampaikan kepadamu.” 

“Selamat datang, segala puji bagi Allah yang telah memilihku untuk memenuhi kebutuhanmu.”

Ba Misbah segera keluar menemui Habib Abdullah dengan perasaan lebih senang dan bahagia dari sebelumya. Ia membukakan pintu seakan-akan Habib Abdullah baru pertama kali datang ke rumahnya. “Ya sayyidatiy…, wahai penyejuk hatiku…, mintalah apa yang engkau butuhkan, pelayanmu ini akan selalu patuh. Apa gerangan kebutuhanmu sekarang?”

“Aku butuh minyak zaitun, minyak samin, korma dan asidah.” 

“Marhaba… setiap kali kau butuh sesuatu mintalah kepadaku.” Ba Misbah segera mengambilkan satu kantong minyak zaitun, satu kantong minyak samin, satu wadah korma. “Ya sayyidatiy, ambillah barang-barang ini. Maafkan aku telah meyusahkanmu lantaran engkau lupa menyebutkan semua kebutuhanmu. Jika masih ada yang terlupa, kembalilah kemari. Kedatanganmu ke rumahku ini merupakan nikmat terbesar yang diberikan Allah padaku.” 

Habib Abdullah mengambil semua pemberiannya, lalu pergi ke belakang rumah Ba Misbah. Habib Abdullah takjub melihat kebaikan akhlak Ba Misbah dan mukanya tidak berubah. 

Beberapa saat kemudian, setelah beliau yakin bahwa Ba Misbah telah tidur pulas, beliau kembali mengetuk pintu rumahnya. Beliau ingin melihat sifat buruknya, atau perubahan wajah Ba Misbah. Ba misbah segera bangun dari tidurnya dan bertanya: “Siapa itu?”

“Hababahmu, Syarifah yang tadi datang ke sini. Masih ada keperluanku yang terlupakan. Cepatlah kemari.” 

Ba Misbah segera keluar dengan perasaan senang dan bahagia, seakan-akan baru pertama kali syarifah itu mengetuk pintu rumahnya. “Selamat datang sayyidatiy, penyejuk hatiku. Segala puji bagi Allah yang telah mengistimewakanku dengan bolak-baliknya engkau ke rumahku. Mintalah apa yang kau butuhkan. Aku adalah abdi dan pelayanmu. Dan memenuhi semua kebutuhanmu adalah puncak cita-citaku.” 

“Masih ada kebutuhan yang terlupakan olehku.” 

“Apa itu? Semua yang engkau butuhkan akan kusediakan. Jika tidak ada di sini, aku akan menjual diriku untuk membeli barang yang kau butuhkan.” 

“Aku butuh daging untuk hari raya besok. Besok hari raya, tapi kami tidak memiliki sesuatu pun.” 

“Demi Allah, di rumah pelayanmu ini tidak ada sesuatu pun kecuali satu kepala kambing untuk hari raya anak-anaknya”, kata Ba Misbah sambil memegang janggutnya, “Akan tetapi tidaklah benar jika anak-anak orang yang kopiahnya bau ini menikmati hari raya, sementara anak cucu Rasulullah Saw. tidak berhari raya. Ambillah kepala kambing ini, dan berhari rayalah dengan anak-anakmu.” 

Habib Abdullah membawa kepala kambing itu dan kembali meletakkannya di belakang rumah Ba Misbah. Habib Abdullah terheran-heran menyaksikan akhlak Ba Misbah. Beliau berkata dalam hatinya: “Hanya seorang ‘Arif Billah saja yang akhlaknya seperti ini. Laki-laki ini sedikit pun tidak melihat basyariah seseorang.” Habib Abdullah diam di sana beberapa saat. 

Setelah merasa yakin bahwa Ba Misbah telah tidur pulas, ia segera kembali ke rumah Ba Misbah untuk yang kelima kalinya. Beliau ingin melihat sedikit saja perubahan dari sikap Ba Misbah, walaupun hanya sekedar perubahan raut wajah. Beliau kembali mengetuk pintu rumah Ba Misbah. 

“Siapa itu ?” 

“Hababahmu, syarifah yang tadi datang ke sini. Aku teringat satu lagi kebutuhanku.”

“Selamat datang wahai cucu Rasulullah. Kenikmatan apa gerangan yang diberikan Allah kepadaku di malam ini? Segala puji syukur bagiNya.” Ia segera keluar dengan perasaan senang dan bahagia seakan-akan baru pertama kali syarifah tersebut datang ke rumahnya. “Selamat datang Ya sayyidatiy, dan penyejuk hatiku. Mintalah semua yang kau butuhkan. Aku adalah abdi dan pelayanmu. Aku patuh kepadamu.” 

“Aku butuh kayu.” 

“Marhaba.” Ia memanggil pembantunya, meminta kayu. “Wahai hababahku, wahai pelipur hatiku, inilah kayu yang kau butuhkan. Setiap kali kau ingat suatu kebutuhan, kembalilah ke sini. Sebab, melayanimu merupakan salah satu pendekatan diri yang paling baik kepada Allah.” 

Habib Abdullah membawa kayu itu, lalu meletakkannya di tempat yang sama. Beliau kagum menyaksikan kebaikan akhlak Ba Misbah dan kelapangan hatinya. Tak sehelai rambut pun bergerak, tak sedikit pun raut wajah berubah. Beliau duduk sejenak hingga benar-benar yakin bahwa Ba Misbah telah pulas dalam tidurnya. Beliau kembali mengetuk pintu rumahnya untuk yang ke enam kali. Dalam hati, beliau berkata: “Mungkin kali ini raut wajahnya akan berubah, atau ia akan mulai menghina dan berkata kasar.” 

Ba Misbah segera bangun dan bertanya: “Siapa yang mengetuk pintu?” 

“Hababahmu, syarifah yang tadi ke sini. Masih ada satu kebutuhanku yang baru kuingat sekarang.” 

“Marhaba… Wahai hababahku, tuanku dan penyejuk hatiku.” Ba Misbah keluar dengan perasaan lebih senang dan bahagia dari sebelumnya. Sekan-akan baru pertama kalinya syarifah itu mengetuk pintu rumahnya. “Alhamdulillaah, kenikmatan agung apa yang sedang diberikan Allah kepadaku ini. Aku tidak berhak menerima kenikmatan ini. Mintalah apa yang kau butuhkan. Wahai sayyidatiy, setiap kali kau ingat sesuatu, datanglah ke sini. Aku adalah abdi dan pelayanmu. Aku akan patuh kepadamu.” 

“Aku butuh seseorang untuk membawakan semua yang kau berikan kepadaku. Lihatlah, semua yang kau berikan kuletakkan di belakang rumahmu. Aku tidak kuat membawanya ke rumahku.” 

“Beres ! Kami akan mengantarkan barang-barang itu ke mana pun engkau suka.” Ia kemudian membangunkan istri, anak dan pembantunya. Mereka semua kemudian diperintahkannya membawa barang-barang Syarifah tadi. “Ya sayyidatiy, jalanlah lebih dahulu, agar kami dapat mengikutimu”, kata Ba Misbah. 

Habib Abdullah berjalan di depan mereka. Ketika sampai di Nuwaidiroh, Habib Abdullah berhenti dan berkata: “Wah…, aku datang bukan dari rumahku, dan aku tidak kenal jalan ini, kecuali kalau aku memulai lagi dari rumah kalian. Mari kita kembali.”

“Marhaba….”

Mereka semua kembali ke rumah Ba Misbah. Setelah sampai di sana, Habib Abdullah berkata: “Sekarang aku ingat jalan menuju rumahku. Inilah jalannya.” 

“Jalanlah di muka, agar kami dapat mengikutimu.”

Beliau berjalan di depan, dan mereka semua mengikutinya. Sesampainya di Nuwaidiroh, beliau berhenti. “Aku kehilangan arah lagi. Apakah gerangan yang terjadi ? Aku tidak dapat mengingat jalan menuju rumahku, kecuali jika kita mulai lagi dari rumah kalian. Mari kita balik ke sana.” 

Mereka pun dengan senang hati kembali ke rumah Ba Misbah. Habib Abdullah telah menguji Ba Misbah sampai pada puncaknya. Beliau ingin melihat lelaki itu marah, namun sedikit pun sikapnya tidak berubah hingga Habib Abdullah sendiri merasa kelelahan.

Fajar mulai menyingsing, Habib Abdullah berkata kepada mereka: “Sekarang telah masuk waktu fajar. Bukalah pintu rumah kalian, aku ingin menunaikan shalat Shubuh di rumah kalian.” 

“Selamat datang. Shalatmu di rumah ini adalah nikmat terbesar bagi kami. Setiap kali kau meminta sesuatu kepada pembantumu ini, ia akan menyediakannya untukmu. Meskipun kau minta semua yang ada di rumahnya, ia akan memberikannya kepadamu. Dan engkau sesungguhnya telah bermurah hati kepada kami, karena telah mengistimewakan aku untuk memenuhi kebutuhanmu.” Ba Misbah lalu membuka pintu rumahnya.

Setelah memasuki rumah, Habib Abdullah membuka cadar yang menutupi wajahnya dan berkata kepada Ba Misbah: “Sungguh beruntung kamu…, sungguh beruntung…, kuucapkan selamat atas akhlakmu yang luhur ini. Demi Allah, kau seorang dermawan sejati, lebih murah hati dariku. Aku bukanlah seorang wanita. Aku adalah Abdullah bin Syeikh Alaydrus. Tidak ada seorang manusia pun akan mampu berperilaku dengan akhlak yang luhur ini.” Air mata Habib Abdullah menetes di pipi, ia berkata: “Selamat… selamat… selamat… Maafkanlah aku. Semoga Allah menambah apa yang telah Ia berikan kepadamu, dan menjadikan budi pekerti kita seperti budi pekertimu.” 

Setelah berpamitan, Habib Abdullah lalu pergi sambil memuji dan mendoakannya.

Lahuma al-Faatihah..

Saturday 20 July 2013

MUTIARA NASEHAT HADHRATUS SYAIKH KH. M. HASYIM ASY’ARI

MUTIARA NASEHAT HADHRATUS SYAIKH KH. M. HASYIM ASY’ARI


Diterjemahkan dari kitab al-Mawa’idz karya Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Pendiri Nahdlatul Ulama, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Bismillahirrahmanirrahim...

(Risalah ini) dari makhluk yang termiskin, bahkan pada hakikatnya dari orang yang tidak punya sesuatu apapun, Muhammad Hasyim Asy’ari semoga Allah Swt. mengampuni keturunannya dan seluruh umat muslim. Kepada teman-teman yang mulia penduduk tanah Jawa dan sekitarnya, baik ulama maupun masyarakat umum.

Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Sungguh telah sampai kepadaku (sebuah kabar) bahwa api fitnah dan pertikaian telah terjadi di antara kalian semua. Kurenungkan sejenak apakah kiranya penyebab dari itu semua. Kemudian aku berkesimpulan bahwa penyebab itu semua adalah karena masyarakat zaman sekarang telah banyak yang mengganti dan merubah kitab Allah Swt. dan Sunnah Rasulullah Saw. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 10: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu.”

Sementara masyarakat sekarang menjadikan orang mukmin sebagai musuh dan tidak ada upaya untuk mendamaikan di antara mereka, bahkan ada kecenderungan untuk merusaknya. Rasulullah Saw. bersabda: “Jangan kalian saling menebar iri dengki, jangan kalian saling membenci dan jangan saling bermusuhan. Jadilah kalian bersaudara wahai hamba-hamba Allah Swt.”

Sementara masyarakat zaman sekarang saling iri dengki, saling membenci, saling bersaing (dalam urusan dunia) dan akhirnya mereka menjadi bermusuhan. Wahai para ulama yang fanatik terhadap sebagian madzhab dan pendapat. Tinggalkanlah fanatik kalian dalam urusan-urusan far’iyyah (tidak fundamental) yang di dalamnya ulama (masih) menawarkan dua pendapat, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa “Setiap mujtahid (niscaya) benar”. Serta pendapat yang mengatakan “Mujtahid yang benar (pasti hanya) satu, namun (mujtahid) yang salah tetap mendapat pahala”.

Tinggalkanlah fanatik (kalian) dan tinggalkanlah jurang yang akan merusak kalian. Lakukanlah pembelaan terhadap agama Islam, berjuanglah kalian untuk menangkis orang-orang yang mencoba melukai al-Qur an dan sifat-sifat Allah Swt. Berjuanglah kalian untuk menolak orang-orang yang berilmu sesat dan akidah yang merusak. Jihad untuk menolak mereka adalah wajib. Dan sibukkanlah dirimu untuk senantiasa berjihad melawan mereka.

Wahai manusia! Di antara kalian ada orang-orang kafir yang memenuhi negeri ini, maka siapa lagi yang yang bisa diharapkan bangkit untuk mengawasi mereka dan serius untuk menunjukkannya ke jalan yang benar?

Wahai para ulama, untuk urusan seperti ini (baca; membela al-Qur an dan menolak orang yang menodai agama), maka bersungguh-sungguhlah kalian dan silakan kalian berfanatik. Adapun fanatik kalian untuk urusan-urusan agama yang bersifat far’iyyah dan mengarahkan manusia ke madzhab tertentu atau pendapat tertentu, maka itu adalah suatu hal yang tidak akan diterima Allah Swt. dan tidak senangi oleh Rasulullah Saw.

Yang membuat kalian semua bertindak seperti itu tiada lain kecuali hanya kefanatikan kalian (terhadap madzhab tertentu), bersaing dalam bermadzhab dan saling hasud. Sungguh, kalau saja Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Hajar dan Imam Ramliy masih hidup, maka pasti mereka akan sangat ingkar dan tidak sepakat atas (perbuatan) kalian dan tidak mau bertanggung jawab atas apa yang kalian perbuat.

Kalian mengingkari sesuatu yang masih dikhilafi para ulama, sementara kalian melihat banyak orang yang tak terhitung jumlahnya, meninggalkan shalat yang hukumannya menurut Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad adalah potong leher. Dan kalian tidak mengingkarinya sedikitpun. Bahkan ada di antara kalian yang telah melihat banyak melihat tetangganya tidak ada yang melaksanakan shalat, tapi diam seribu bahasa. 

Lantas bagaimana kalian mengingkari sebuah urusan far’iyyah yang terjadi perbedaan pendapat di antara ulama? Sementara pada saat yang sama kalian tidak (pernah) mengingkari sesuatu yang (nyata-nyata) diharamkan agama seperti zina, riba, minum khamar dll.

Sama sekali tidak pernah terbersit dalam benak kalian untuk terpanggil (mengurusi) hal-hal yang diharamkan Allah Swt. Kalian hanya terpanggil oleh rasa fanatisme kalian kepada Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hajar. Yang hal itu akan menyebabkan tercerai-berainya persatuan kalian, terputusnya hubungan keluarga kalian, terkalahkannya kalian oleh orang yang bodoh-bodoh, jatuhnya wibawa kalian di mata masyarakat umum dan harga diri kalian akan jadi bahan omongan orang-orang yang tolol dan akhirnya kalian akan (membalas) merusak mereka sebab gunjingan mereka seputar kalian. (Itu semua terjadi) karena daging kalian telah teracuni dan kalian telah merusak diri kalian dengan dosa-dosa besar yang kalian perbuat.

Wahai para ulama, apabila kalian melihat orang yang mengamalkan pendapat dari para imam ahli madzhab yang memang boleh untuk diikuti, walaupun pendapat itu tidak unggul, apabila kalian tidak sepakat dengan mereka, maka jangan kalian menghukuminya dengan keras, tapi tunjukkanlah mereka dengan lembut. Dan apabila mereka tidak mau mengikuti anjuran kalian, maka jangan sekali-sekali kalian menjadikan mereka sebagai musuh. Perumpamaan orang-orang yang melakukan hal di atas adalah seperti orang yang membangun gedung tapi merobohkan tatanan kota.

Jangan kalian jadikan keengganan mereka untuk mengikuti kalian, sebagai alasan untuk perpecahan, pertikaian dan permusuhan. Sesungguhnya perpecahan, pertikaian dan permusuhan adalah kejahatan yang mewabah dan dosa besar yang bisa merobohkan tatanan kemasyarakatan dan bisa menutup pintu kebaikan.

Untuk itu, Allah Swt. melarang hambaNya yang mukmin dari pertentangan dan Allah Swt. mengingatkan mereka bahwa akibatnya sangat buruk serta ujung-ujungnya sangat menyakitkan. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Anfal ayat 46: “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.”

Wahai orang-orang muslim, sesungguhnya di dalam tragedi yang terjadi hari-hari ini, ada ‘ibrah (hikmah) yang banyak serta nasehat yang sangat layak diambil oleh orang yang cerdas dari hanya mendengarkan mau’idzahnya para penceramah dan nasehatnya pada mursyid.

Ingatlah bahwa kejadian di atas adalah merupakan kejadian yang setiap saat akan selalu menghampiri kita. Maka apakah bagi kita bisa mengambil ‘ibrah dan hikmah? Dan apakah kita sadar dari lelap dan lupa kita?

Dan kita mesti sadar, kebahagiaan kita itu tergantung dari sifat tolong menolong kita, persatuan kita, kejernihan hati kita dan keikhlasan sebagian dari kita kepada yang lain. Ataukah kita tetap berteduh di bawah perpecahan, pertikaian, saling menghina, hasud dan kesesatan? Sementara agama kita satu, yaitu Islam dan madzhab kita satu, yaitu Imam Syafi’i dan daerah kita juga satu yaitu Jawa. Dan kita semua adalah pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah.

Maka demi Allah Swt., sesungguhnya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik madzhab adalah musibah yang nyata dan kerugian yang besar.

Wahai orang-orang Islam, bertaqwalah kepada Allah Swt. dan kembalilah kalian semua kepada Kitab Tuhan kalian. Dan amalkan Sunnah Nabi kalian serta ikutilah jejak para pendahulu kalian yang shaleh-shaleh. Maka kalian akan berbahagia dan beruntung seperti mereka.

Bertaqwalah kepada Allah Swt. dan damaikanlah orang-orang yang berseteru di antara kalian. Saling tolong menolonglah kalian atas kebaikan dan taqwa. Jangan saling tolong menolong atas dosa dan aniaya, maka Allah Swt. akan melindungi kalian dengan rahmatNya dan akan menebarkan kebaikanNya. Jangan seperti orang yang berkata: “Aku mendengarkan” padahal mereka tidak mendengarkan. 

Wassalamu fi al-mabda’ wa al-khitam.


Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 29 Maret 2013



Diterjemahkan dari kitab al-Mawa’idz karya Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari Pendiri Nahdlatul Ula...ma, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

Bismillahirrahmanirrahim...

(Risalah ini) dari makhluk yang termiskin, bahkan pada hakikatnya dari orang yang tidak punya sesuatu apapun, Muhammad Hasyim Asy’ari semoga Allah Swt. mengampuni keturunannya dan seluruh umat muslim. Kepada teman-teman yang mulia penduduk tanah Jawa dan sekitarnya, baik ulama maupun masyarakat umum.

Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Sungguh telah sampai kepadaku (sebuah kabar) bahwa api fitnah dan pertikaian telah terjadi di antara kalian semua. Kurenungkan sejenak apakah kiranya penyebab dari itu semua. Kemudian aku berkesimpulan bahwa penyebab itu semua adalah karena masyarakat zaman sekarang telah banyak yang mengganti dan merubah kitab Allah Swt. dan Sunnah Rasulullah Saw. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Hujurat ayat 10: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu.”

Sementara masyarakat sekarang menjadikan orang mukmin sebagai musuh dan tidak ada upaya untuk mendamaikan di antara mereka, bahkan ada kecenderungan untuk merusaknya. Rasulullah Saw. bersabda: “Jangan kalian saling menebar iri dengki, jangan kalian saling membenci dan jangan saling bermusuhan. Jadilah kalian bersaudara wahai hamba-hamba Allah Swt.”

Sementara masyarakat zaman sekarang saling iri dengki, saling membenci, saling bersaing (dalam urusan dunia) dan akhirnya mereka menjadi bermusuhan. Wahai para ulama yang fanatik terhadap sebagian madzhab dan pendapat. Tinggalkanlah fanatik kalian dalam urusan-urusan far’iyyah (tidak fundamental) yang di dalamnya ulama (masih) menawarkan dua pendapat, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa “Setiap mujtahid (niscaya) benar”. Serta pendapat yang mengatakan “Mujtahid yang benar (pasti hanya) satu, namun (mujtahid) yang salah tetap mendapat pahala”.

Tinggalkanlah fanatik (kalian) dan tinggalkanlah jurang yang akan merusak kalian. Lakukanlah pembelaan terhadap agama Islam, berjuanglah kalian untuk menangkis orang-orang yang mencoba melukai al-Qur an dan sifat-sifat Allah Swt. Berjuanglah kalian untuk menolak orang-orang yang berilmu sesat dan akidah yang merusak. Jihad untuk menolak mereka adalah wajib. Dan sibukkanlah dirimu untuk senantiasa berjihad melawan mereka.

Wahai manusia! Di antara kalian ada orang-orang kafir yang memenuhi negeri ini, maka siapa lagi yang yang bisa diharapkan bangkit untuk mengawasi mereka dan serius untuk menunjukkannya ke jalan yang benar?

Wahai para ulama, untuk urusan seperti ini (baca; membela al-Qur an dan menolak orang yang menodai agama), maka bersungguh-sungguhlah kalian dan silakan kalian berfanatik. Adapun fanatik kalian untuk urusan-urusan agama yang bersifat far’iyyah dan mengarahkan manusia ke madzhab tertentu atau pendapat tertentu, maka itu adalah suatu hal yang tidak akan diterima Allah Swt. dan tidak senangi oleh Rasulullah Saw.

Yang membuat kalian semua bertindak seperti itu tiada lain kecuali hanya kefanatikan kalian (terhadap madzhab tertentu), bersaing dalam bermadzhab dan saling hasud. Sungguh, kalau saja Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, Ibnu Hajar dan Imam Ramliy masih hidup, maka pasti mereka akan sangat ingkar dan tidak sepakat atas (perbuatan) kalian dan tidak mau bertanggung jawab atas apa yang kalian perbuat.

Kalian mengingkari sesuatu yang masih dikhilafi para ulama, sementara kalian melihat banyak orang yang tak terhitung jumlahnya, meninggalkan shalat yang hukumannya menurut Imam Syafi’i, Imam Malik dan Imam Ahmad adalah potong leher. Dan kalian tidak mengingkarinya sedikitpun. Bahkan ada di antara kalian yang telah melihat banyak melihat tetangganya tidak ada yang melaksanakan shalat, tapi diam seribu bahasa.

Lantas bagaimana kalian mengingkari sebuah urusan far’iyyah yang terjadi perbedaan pendapat di antara ulama? Sementara pada saat yang sama kalian tidak (pernah) mengingkari sesuatu yang (nyata-nyata) diharamkan agama seperti zina, riba, minum khamar dll.

Sama sekali tidak pernah terbersit dalam benak kalian untuk terpanggil (mengurusi) hal-hal yang diharamkan Allah Swt. Kalian hanya terpanggil oleh rasa fanatisme kalian kepada Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hajar. Yang hal itu akan menyebabkan tercerai-berainya persatuan kalian, terputusnya hubungan keluarga kalian, terkalahkannya kalian oleh orang yang bodoh-bodoh, jatuhnya wibawa kalian di mata masyarakat umum dan harga diri kalian akan jadi bahan omongan orang-orang yang tolol dan akhirnya kalian akan (membalas) merusak mereka sebab gunjingan mereka seputar kalian. (Itu semua terjadi) karena daging kalian telah teracuni dan kalian telah merusak diri kalian dengan dosa-dosa besar yang kalian perbuat.

Wahai para ulama, apabila kalian melihat orang yang mengamalkan pendapat dari para imam ahli madzhab yang memang boleh untuk diikuti, walaupun pendapat itu tidak unggul, apabila kalian tidak sepakat dengan mereka, maka jangan kalian menghukuminya dengan keras, tapi tunjukkanlah mereka dengan lembut. Dan apabila mereka tidak mau mengikuti anjuran kalian, maka jangan sekali-sekali kalian menjadikan mereka sebagai musuh. Perumpamaan orang-orang yang melakukan hal di atas adalah seperti orang yang membangun gedung tapi merobohkan tatanan kota.

Jangan kalian jadikan keengganan mereka untuk mengikuti kalian, sebagai alasan untuk perpecahan, pertikaian dan permusuhan. Sesungguhnya perpecahan, pertikaian dan permusuhan adalah kejahatan yang mewabah dan dosa besar yang bisa merobohkan tatanan kemasyarakatan dan bisa menutup pintu kebaikan.

Untuk itu, Allah Swt. melarang hambaNya yang mukmin dari pertentangan dan Allah Swt. mengingatkan mereka bahwa akibatnya sangat buruk serta ujung-ujungnya sangat menyakitkan. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Anfal ayat 46: “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.”

Wahai orang-orang muslim, sesungguhnya di dalam tragedi yang terjadi hari-hari ini, ada ‘ibrah (hikmah) yang banyak serta nasehat yang sangat layak diambil oleh orang yang cerdas dari hanya mendengarkan mau’idzahnya para penceramah dan nasehatnya pada mursyid.

Ingatlah bahwa kejadian di atas adalah merupakan kejadian yang setiap saat akan selalu menghampiri kita. Maka apakah bagi kita bisa mengambil ‘ibrah dan hikmah? Dan apakah kita sadar dari lelap dan lupa kita?

Dan kita mesti sadar, kebahagiaan kita itu tergantung dari sifat tolong menolong kita, persatuan kita, kejernihan hati kita dan keikhlasan sebagian dari kita kepada yang lain. Ataukah kita tetap berteduh di bawah perpecahan, pertikaian, saling menghina, hasud dan kesesatan? Sementara agama kita satu, yaitu Islam dan madzhab kita satu, yaitu Imam Syafi’i dan daerah kita juga satu yaitu Jawa. Dan kita semua adalah pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah.

Maka demi Allah Swt., sesungguhnya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik madzhab adalah musibah yang nyata dan kerugian yang besar.

Wahai orang-orang Islam, bertaqwalah kepada Allah Swt. dan kembalilah kalian semua kepada Kitab Tuhan kalian. Dan amalkan Sunnah Nabi kalian serta ikutilah jejak para pendahulu kalian yang shaleh-shaleh. Maka kalian akan berbahagia dan beruntung seperti mereka.

Bertaqwalah kepada Allah Swt. dan damaikanlah orang-orang yang berseteru di antara kalian. Saling tolong menolonglah kalian atas kebaikan dan taqwa. Jangan saling tolong menolong atas dosa dan aniaya, maka Allah Swt. akan melindungi kalian dengan rahmatNya dan akan menebarkan kebaikanNya. Jangan seperti orang yang berkata: “Aku mendengarkan” padahal mereka tidak mendengarkan.

Wassalamu fi al-mabda’ wa al-khitam.


Sya’roni As-Samfuriy, Tegal 29 Maret 2013