Friday 28 December 2012

INSAFNYA PENGINGKAR KITAB IHYA ULUMIDDIN



 
 
Syaikh Abdullah bin As’ad Al-Yafi’i bercerita, bahwah Syaikh Abul Hasan Ali bin
Harzahim Al-Faqih Al-
Maghrobi, adalah orang yang
sangat di dengar dan
di patuhi kata-katanya oleh banyak orang kala itu, dan Ia
adalah juga orang yang sangat mengingkari kitab
Ihya’ Ulumiddin.
Pada suatu saat Ia memerintahkan
masyarakat agar mencari dan mengumpulkan naskah-naskah kitab Ihya’, Ia bermaksud membakarnya di
Masjid Jami’ pada hari Jum’at di saat orang-orang berkumpul guna menjalankan ibadah sholat
Jum’at.
Akan tetapi pada malam jum’atnya, Ia bermimpi masuk kedalam masjid jami’
dan mandapati Nabi
Muhammad saw, Abu Bakar ra dan Umar bin Khotthob ra
sedang duduk-duduk disitu,
sementara Imam Ghozali sedang berdiri dihadapan
Nabi Muhammad saw. Ketika
Al-Faqih As-Syaikh Abul Hasan Ali bin Harzahim Al-
Maghrabi masuk kedalam masjid, Imam Ghozali berkata
kepada Nabi Muhammad
saw:

“Itulah orang yang
memusuhiku wahai
Rasulullah, Jika yang benar adalah seperti apa yang Ia yakini, maka aku akan
bertaubat kepada Allah saw.
Tetapi jika tenyata apa yang aku tulis adalah yang benar,
berkat barokah dan karena
mengikuti sunnahmu, maka ambilkan hakku untukku dari
musuhku”.

Mendengar laporan Imam Ghozali, Nabi Muhammad saw lantas mengambil kitab Ihya’ dan membukanya
selembar demi selembar dari
awal hingga akhir, lalu Nabi
Muhammad saw berkata:

“Demi Allah sesungguhnya
kitab ini adalah sesuatu yang
bagus”.

Kemudian Abu Bakar
ra pun mengambil dan memandanginya selembar- demi selembar, demikian
juga Umar bin Khotthob ra,
keduanya sama-sama
menyatakan kesalutan dan simpatinya terhadap kitab
ihya’ yang mereka anggap bagus.
Setelah menyimak dan mentela’ah isi kandungan
kitab Ihya’ Ulumiddin Nabi Muhammad lalu memutuskan
untuk menghukum cambuk
Al-Faqih As-Syaikh Abul Hasan Ali bin Harzahim Al-
Maghrabi karena
kebohongannya. Tetapi baru sampai pada cambukan yang
kelima, Abu Bakar ra
bermaksud menolongnya
dengan berbicara kepada Nabi Muhammad saw:,

“Ya Rasulullah,
mungkin saja ia
menganggap bahwa isi kandungan kitab Ihya’menyalahi sunnahmu, tetapi
ternyata ia keliru”.

Rasulullah Saw
menyerahkan seluruhnya
kepada Imam Ghozali, dan Imam Ghozali pun menerima usulan yang dikemukakan
oleh Abu Bakar, juga sudi memaafkan kesalahan Ibnu
Harzahim Al-Maghrabi.
Sampai disini Ibnu Harzahim
terbangun dari tidurnya dan
mendapatkan adanya bekas cambukan dipunggungnya.
Kemudian ia
memberitahukan hal ini
kepada pengikut-
pengikutnya dan
menyatakan bertaubat kepada Allah atas
kekeliruannya juga meminta maaf kepada Imam Ghozali.
Hari demi hari berlalu, tetapi
nyeri bekas cambukan itu masih saja di rasakannya,
akhirnya ia putuskan untuk lebih mendekatkan diri dan
lebih menghibah lagi kepada Allah saw serta meminta
pertolongan Allah swt
dengan lantaran Nabi
Muhammad saw, sampai akhirnya ia kembali memimpikan Nabi saw
mendatanginya lalu
mengusapkan tangan beliau yang mulya kepunggungnya,
lantas sembuhlah
punggungnya atas izin Allah swt.
Setelah kejadian ini, Ibnu Harzahim terus menerus mengkaji kitab Ihya’ Ulumiddin, sehingga Allah
swt membuka hatinya,
menjadikannya orang yang ma’rifat billah dan menjadi
salah seorang dari akaabirul masyaayikh dalam bidang
ilmu dzohir dan ilmu bathin.
Semoga Allah swt
memberinya rahmat.
Syaikh Abdullah bin As’ad Al- Yafi’i Sang perowi cerita ini
berkata:
“Cerita ini saya
dapat dengan sanad yang shohih, dari waliyullah ke
waliyullah, yaitu dari Asy-Syaikhul kabir Al-Quthb Syihabuddin Ahmad bin Al-
Milaq Asy-Syadzili dari
gurunya Asy-Syaikhul kabir Al-‘Arif billah Yaqut Asy-Syadzili dari gurunya Asy-
Syaikhul kabir Al-‘Arif billah Abil ‘Abbas Al-Mursi dari
Syaikhus Syuyukh Abil Hasan Asy-Syadzili, yaitu seorang
waliyullah yang semasa dengan Ibnu Harzahim. Asy-Syaikh Abil Hasan Asy-Syadzili berkata:
“Dan sewaktu Ibnu
Harzahim rahimahullah
meninggal dunia, bekas cambukan itu masih tampak
jelas dipunggungnya”.
Sumber cerita, Kitab Ta’riful Ahya’ Bifadlooilil Ihya’ lisy
Syaikh Al-Allamah Abdul Qodir bin Syaikh bin Abdullah
Al-Idrus yang wafat pada tahun 1038 H.
Sumber : http://
www. kang mahfudz.co.cc

Cerpen GusMus : GusJakfar




Di antara putera-putera Kiai
Saleh, pengasuh pesantren
"Sabilul Muttaqin" dan sesepuh di
daerah kami, Gus Jakfar-lah yang
paling menarik perhatian
masyarakat. Mungkin Gus Jakfar
tidak sealim dan sepandai
saudara-saudaranya, tapi dia
mempunyai keistimewaan yang
membuat namanya tenar hingga
ke luar daerah, malah konon
beberapa pejabat tinggi dari
pusat memerlukan sowan
khusus ke rumahnya setelah
mengunjungi Kiai Saleh. Kata
Kang Solikin yang dekat dengan
keluarga ndalem, bahkan Kiai
Saleh sendiri segan dengan
anaknya yang satu itu.
"Kata Kiai, Gus Jakfar itu lebih tua
dari beliau sendiri," cerita Kang
Solikin suatu hari kepada kawan-
kawannya yang sedang
membicarakan putera bungsu
Kiai Saleh itu. "Saya sendiri tidak
paham apa maksudnya."
"Tapi, Gus Jakfar memang luar
biasa," kata Mas Bambang,
pegawai Pemda yang sering
mengikuti pengajian subuh Kiai
Saleh. "Matanya itu lho. Sekilas
saja mereka melihat kening
orang, kok langsung bisa melihat
rahasianya yang tersembunyi.
Kalian ingat, Sumini yang anak
penjual rujak di terminal lama
yang dijuluki perawan tua itu,
sebelum dilamar orang sabrang
kan ketemu Gus Jakfar. Waktu itu
Gus Jakfar bilang, 'Sum, kulihat
keningmu kok bersinar, sudah
ada yang ngelamar ya?'. Tak lama
kemudian orang sabrang itu
datang melamarnya."
"Kang Kandar kan juga begitu,"
timpal Mas Guru Slamet. "Kalian
kan mendengar sendiri ketika
Gus Jakfar bilang kepada tukang
kebun SD IV itu, 'Kang, saya lihat
hidung sampeyan kok sudah
bengkok, sudah capek
menghirup nafas ya?' Lho,
ternyata besoknya Kang Kandar
meninggal."
"Ya. Waktu itu saya pikir Gus
Jakfar hanya berkelakar," sahut
Ustadz Kamil, "Nggak tahunya
beliau sedang membaca tanda
pada diri Kang Kandar."
"Saya malah mengalami sendiri,"
kata Lik Salamun, pemborong
yang dari tadi sudah kepingin
ikut bicara. "Waktu itu, tak ada
hujan tak ada angina, Gus Jakfar
bilang kepada saya, 'Wah, saku
sampeyan kok mondol-mondol;
dapat proyek besar ya?' Padahal
saat itu saku saya justru sedang
kemps. Dan percaya atau tidak,
esok harinya saya memenangkan
tender yang diselenggarakan
Pemda tingkat propinsi."
"Apa yang begitu itu disebut ilmu
kasyaf?" tanya Pak Carik yang
sejak tadi hanya asyik
mendengarkan.
"Mungkin saja," jawab Ustadz
Kamil. "Makanya saya justru takut
ketemu Gus Jakfar. Takut dibaca
tanda-tanda buruk saya, lalu
pikiran saya terganggu."
***
Maka, ketika kemudian sikap Gus
Jakfar berubah, masyarakat pun
geger; terutama para santri
kalong, orang-orang kampung
yang ikut mengaji tapi tidak
tinggal di pesantren seperti Kang
Solikin yang selama ini merasa
dekat dengan beliau. Mula-mula
Gus Jakfar menghilang
berminggu-minggu, kemudian
ketika kembali tahu-tahu
sikapnya berubah menjadi
manusia biasa. Dia sama sekali
berhenti dan tak mau lagi
membaca tanda-tanda. Tak mau
lagi memberikan isyarat-isyarat
yang berbau ramalan. Ringkas
kata, dia benar-benar kehilangan
keistimewaannya.
"Jangan-jangan ilmu beliau
hilang pada saat beliau
menghilang itu," komentar Mas
Guru Slamet penuh penyesalan.
"Wah, sayang sekali! Apa
gerangan yang terjadi pada
beliau?"
"Ke mana beliau pergi saat
menghilang pun, kita tidak tahu;"
kata Lik Salamun. "Kalau saja kita
tahu ke mana beliau pergi,
mungkin kita akan mengetahui
apa yang terjadi pada beliau dan
mengapa beliau kemudian
berubah."
"Tapi, bagaimanapun ini ada
hikmahnya," ujar Ustadz Kamil.
"Paling tidak, kini kita bisa setiap
saat menemui Gus Jakfar tanpa
merasa deg-degan dan was-was;
bisa mengikuti pengajiannya
dengan niat tulus mencari ilmu.
Maka, jangan kita ingin
mengetahui apa yang terjadi
dengan gus kita ini hingga
sikapnya berubah atau ilmunya
hilang, sebaiknya kita langsung
saja menemui beliau."
Begitulah, sesuai usul Ustadz
Kamil, pada malam Jum'at
sehabis wiridan salat Isya, saat
mana Gus Jakfar prei, tidak
mengajar; rombongan santri
kalong sengaja mendatangi
rumahnya. Kali ini hampir semua
anggota rombongan merasakan
keakraban Gus Jakfar, jauh
melebihi yang sudah-sudah.
Mungkin karena kini tidak ada
lagi sekat berupa rasa segan,
was-was dan takut.
Setelah ngobrol ke sana kemari,
akhirnya Ustadz Kamil berterus
terang mengungkapkan maksud
utama kedatangan rombongan:
"Gus, di samping silaturahmi
seperti biasa, malam ini kami
datang juga dengan sedikit
keperluan khusus. Singkatnya,
kami penasaran dan sangat ingin
tahu latar belakang perubahan
sikap sampeyan."
"Perubahan apa?" tanya Gus
Jakfar sambil tersenyum penuh
arti. "Sikap yang mana? Kalian ini
ada-ada saja. Saya kok merasa
tidak berubah."
"Dulu sampeyan kan biasa dan
suka membaca tanda-tanda
orang," tukas Mas Guru Slamet,
"kok sekarang tiba-tiba mak pet,
sampeyan tak mau lagi
membaca, bahkan diminta pun
tak mau."
"O, itu," kata Gus Jakfar seperti
benar-benar baru tahu. Tapi dia
tidak segera meneruskan
bicaranya. Diam agak lama. Baru
setelah menyeruput kopi di
depannya, dia melanjutkan,
"Ceritanya panjang." Dia berhenti
lagi, membuat kami tidak sabar,
tapi kami diam saja.
"Kalian ingat, saya lama
menghilang?" akhirnya Gus
Jakfar bertanya, membuat kami
yakin bahwa dia benar-benar
siap untuk bercerita. Maka
serempak kami mengangguk.
"Suatu malam saya bermimpi
ketemu ayah dan saya disuruh
mencari seorang wali sepuh
yang tinggal di sebuah desa kecil
di lereng gunung yang jaraknya
dari sini sekitar 200 km kea rah
selatan. Namanya Kiai Tawakkal.
Kata ayah dalam mimpi itu, hanya
kiai-kiai tertentu yang tahu
tentang kiai yang usianya sudah
lebih 100 tahun ini. Santri-santri
yang belajar kepada beliau pun
rata-rata sudah disebut kiai di
daerah masing-masing."
"Terus terang, sejak bermimpi
itu, saya tidak bisa menahan
keinginan saya untuk berkenalan
dan kalau bisa berguru kepada
Wali Tawakkal itu. Maka dengan
diam-diam dan tanpa pamit
siapa-siapa, saya pun pergi ke
tempat yang ditunjukkan ayah
dalam mimpi dengan niat
bilbarakah dan menimba ilmu
beliau. Ternyata, ketika sampai di
sana, hampir semua orang yang
saya jumpai mengaku tidak
mengenal nama Kiai Tawakkal.
Baru setelah seharian melacak ke
sana kemari, ada seorang tua
yang memberi petunjuk."
'Cobalah nakmas ikuti jalan
setapak di sana itu' katanya.
'Nanti nakmas akan berjumpa
dengan sebuah sungai kecil;
terus saja nakmas menyeberang.
Begitu sampai seberang, nakmas
akan melihat gubuk-gubuk kecil
dari bambu. Nah, kemungkinan
besar orang yang nakmas cari
akan nakmas jumpai di sana. Di
gubuk yang terletak di tengah-
tengah itulah tinggal seorang tua
seperti yang nakmas gambarkan.
Orang sini memanggilnya Mbah
Jogo. Barangkali itulah yang
nakmas sebut Kiai siapa tadi?'
'Kiai Tawakkal.'
'Ya, Kiai Tawakkal. Saya yakin
itulah orangnya, Mbah Jogo.'
"Saya pun mengikuti petunjuk
orang tua itu, menyeberang
sungai dan menemukan
sekelompok rumah gubuk dari
bambu."
"Dan betul, di gubuk bambu yang
terletak di tengah-tengah, saya
menemukan Kiai Tawakkal alias
Mbah Jogo sedang dikelilingi
santri-santrinya yang rata-rata
sudah tua. Saya diterima dengan
penuh keramahan, seolah-olah
saya sudah merupakan bagian
dari mereka. Dan kalian tahu?
Ternyata penampilan Kiai
Tawakkal sama sekali tidak
mencerminkan sosoknya sebagai
orang tua. Tubuhnya tegap dan
wajahnya berseri-seri. Kedua
matanya indah memancarkan
kearifan. Bicaranya jelas dan
teratur. Hampir semua kalimat
yang meluncur dari mulut beliau
bermuatan kata-kata hikmah."
Tiba-tiba Gus Jakfar berhenti,
menarik nafas panjang, baru
kemudian melanjutkan, "Hanya
ada satu hal yang membuat saya
terkejut dan tgerganggu. Saya
melihat di kening beliau yang
lapang ada tanda yang jelas
sekali, seolah-olah saya membaca
tulisan dengan huruf yang cukup
besar dan berbunyi 'Ahli Neraka'.
Astaghfirullah! Belum pernah
selama ini saya melihat tanda
yang begitu gambling. Saya ingin
tidak mempercayai apa yang
saya lihat. Pasti saya keliru. Masak
seorang yang dikenal wali,
berilmu tinggi, dan disegani
banyak kiai yang lain, disurati
sebagai ahli neraka. Tak
mungkin. Saya mencoba
meyakin-yakinkan diri saya
bahwa itu hanyalah ilusi, tapi tak
bisa. Tanda itu terus melekat di
kening beliau. Bahkan
belakangan saya melihat tanda
itu semakin jelas ketika beliau
habis berwudhu. Gila!"
"Akhirnya niat saya untuk
menimba ilmu kepada beliau,
meskipun secara lisan memang
saya sampaikan demikian, dalam
hati sudah berubah menjadi
keinginan untuk menyelidiki dan
memecahkan keganjialan ini.
Beberapa hari saya amati
perilaku Kiai Tawakkal, saya tidak
melihat sama sekali hal-hal
mencurigakan. Kegiatan rutinnya
sehari-hari tidak begitu berbeda
dengan kebanyakan kiai yang
lain: mengimami salat jamaah;
melakukan salat-salat sunnat
seperti dhuha, tahajjud,
witir,dsb.; mengajar kitab-kitab
(umumnya kitab-kitab besar);
mujahadah; dzikir malam;
menemui tamu; dan
semacamnya. Kalaupun beliau
keluar, biasanya untuk
memenuhi undangan hajatan
atau- dan ini sangat jarang
sekali- mengisi pengajian umum.
Memang ada kalanya beliau
keluar pada malam-malam
tertentu; tapi menurut santri-
santri yang lama, itu pun
merupakan kegiatan rutin yang
sudah dijalani Kiai Tawakkal
sejak muda. Semacam lelana
brata, kata mereka."
"Baru setelah beberapa minggu
tinggal di 'pesantren bambu',
saya mendapat kesempatan atau
tepatnya keberanian untuk
mengikuti Kiai Tawakkal keluar.
Saya pikir, inilah kesempatan
untuk mendapatkan jawaban
atas tanda tanya yang selama ini
mengganggu saya."
"Begitulah, pada suatu malam
purnama, saya melihat Kiai keluar
dengan berpakaian rapi. Melihat
waktunya yang sudah larut, tidak
mungkin beliau pergi untuk
mendatangi undangan hajatan
atau lainnya. Dengan hati-hati
saya membuntutinya dari
belakang; tidak terlalu dekat, tapi
juga tidak terlalu jauh. Dari jalan
setapak hingga ke jalan desa, Kiai
terus berjalan dengan langkah
yang tetap tegap. Akan ke mana
beliau gerangan? Apa ini yang
disebut semacam lelana brata?
Jalanan semakin sepi; saya pun
semakin berhati-hati
mengikutinya, khawatir tiba-tiba
Kiai menoleh ke belakang."
"Setelah melewati kuburan dan
kebun sengon, beliau berbelok.
Ketika kemudian saya ikut belok,
saya kaget, ternyata sosoknya tak
kelihatan lagi. Yang terlihat justru
sebuah warung yang penuh
pengunjung. Terdengar gelak
tawa ramai sekali. Dengan
bengong saya mendekati
warung terpencil dengan
penerangan petromak itu. Dua
orang wanita- yang satu masih
muda dan yang satunya lagi agak
lebih tua- dengan dandanan
yang menor sibuk melayani
pelanggan sambil menebar tawa
genit ke sana kemari. Tidak
mungkin Kiai mampir ke warung
ini, pikir saya. Ke warung biasa
saja tidak pantas, apalagi
warung yang suasananya saja
mengesankan kemesuman ini.
'Mas Jakfar!' tiba-tiba saya
dikagetkan oleh suara yang tidak
asing di telinga saya, memanggil-
manggil nama saya. Masyaallah,
saya hampir-hampir tidak
mempercayai pendengaran dan
penglihatan saya. Memang betul,
mata saya melihat Kiai Tawakkal
melambaikan tangan dari dalam
warung. Ah. Dengan kikuk dan
pikiran tak karuan, saya pun
terpaksa masuk dan
menghampiri kiai yang saya yang
duduk santai di pojok. Warung
penuh dengan asap rokok.
Kedua wanita menor menyambut
saya dengan senyum penuh arti.
Kiai Tawakkal menyuruh orang
disampingnya untuk bergeser,
'Kasi kawan saya ini tempat
sedikit!' Lalu, kepada orang-
orang yang ada di warung, Kiai
memperkenalkan saya. Katanya,
'Ini kawan saya, dia baru datang
dari daerah yang cukup jauh. Cari
pengalaman katanya'. Mereka
yang duduknya dekat serta
merta mengulurkan tangan,
menjabat tangan saya dengan
ramah; sementara yang jauh
melambaikan tangan".
"Saya masih belum sepenuhnya
menguasai diri, masih seperti
dalam mimpi, ketika tiba-tiba
saya dengar Kiai menawari,
'Minum kopi ya?!' Saya
mengangguk asal mengangguk.
'Kopi satu lagi, Yu!' kata Kiai
kepada wanita warung sambil
mendorong piring jajan ke dekat
saya. 'Silakan! Ini namanya rondo
royal, tape goreng kebanggan
warung ini! Lagi-lagi saya hanya
menganggukkan kepala asal
mengangguk."
"Kiai Tawakkal kemudian asyik
kembali dengan 'kawan-kawan'-
nya dan membiarkan saya
bengong sendiri. Saya masih tak
habis pikir, bagaimana mungkin
Kiai Tawakkal yang terkenal
waliyullah dan dihormati para
kiai lain bisa berada di sini. Akrab
dengan orang-orang beginian;
bercanda dengan wanita
warung. Ah, inikah yang disebut
lelana brata? Ataukah ini
merupakan dunia lain beliau
yang sengaja disembunyikan
dari umatnya? Tiba-tiba saya
seperti mendapat jawaban dari
tanda tanya yang selama ini
mengganggu saya dan
karenanya saya bersusah payah
mengikutinya malam ini. O,
pantas di keningnya kulihat
tanda itu. Tiba-tiba sikap dan
pandangan saya terhadap beliau
berubah."
'Mas, sudah larut malam,'tiba-tiba
suara Kiai Tawakkal
membuyarkan lamunan saya.
'Kita pulang, yuk!' Dan tanpa
menunggu jawaban saya, Kiai
membayari minuman dan
makanan kami, berdiri, melambai
kepada semua, kemudian keluar.
Seperti kerbau dicocok hidung,
saya pun mengikutinya. Ternyata
setelah melewati kebon sengon,
Kiai Tawakkal tidak menyusuri
jalan-jalan yang tadi kami lalui.
'Biar cepat, kita mengambil jalan
pintas saja!' katanya."
"Kami melewati pematang, lalu
menerobos hutan, dan akhirnya
sampai di sebuah sungai. Dan,
sekali lagi saya menyaksikan
kejadian yang menggoncangkan.
Kiai Tawakkal berjalan di atas
permukaan air sungai, seolah-
olah di atas jalan biasa saja.
Sampai di seberang, beliau
menoleh ke arah saya yang
masih berdiri mematung. Beliau
melambai. 'Ayo!' teriaknya.
Untung saya bisa berenang; saya
pun kemudian berenang
menyeberangi sungai yang
cukup lebar. Sampai di seberang,
ternyata Kiai Tawakkal sudah
duduk-duduk di bawah pohon
randu alas, menunggu. 'Kita
istirahat sebentar,' katanya tanpa
menengok saya yang sibuk
berpakaian. 'Kita masih punya
waktu, insya Allah sebelum
subuh kita sudah sampai
pondok.'
Setelah saya ikut duduk di
sampingnya, tiba-tiba dengan
suara berwibawa, Kiai berkata
mengejutkan, 'Bagaimana? Kau
sudah menemukan apa yang
kaucari? Apakah kau sudah
menemukan pembenar dari
tanda yang kaubaca di kening
saya? Mengapa kau seperti masih
terkejut? Apakah kau yang mahir
melihat tanda-tanda menjadi
ragu terhadap kemahiranmu
sendiri?' Dingin air sungai
rasanya semakin menusuk
mendengar rentetan pertanyaan
beliau yang menelanjangi itu.
Saya tidak bisa berkata apa-apa.
Beliau yang kemudian terus
berbicara.
'Anak muda, kau tidak perlu
mencemaskan saya hanya karena
kau melihat tanda "Ahli Neraka"
di kening saya. Kau pun tidak
perlu bersusah-payah mencari
bukti yang menunjukkan bahwa
aku memang pantas masuk
neraka. Karena, pertama, apa
yang kau lihat belum tentu
merupakan hasil dari pandangan
kalbumu yang bening. Kedua,
kau kan tahu, sebagaimana
neraka dan sorga, aku adalah
milik Allah. Maka terserah
kehendak-Nya, apakah Ia
memasukkan diriku ke sorga
atau neraka. Untuk memasukkan
hamba-Nya ke sorga atau neraka,
sebenarnyalah Ia tidak
memerlukan alasan. Sebagai kiai,
apakah kau berani menjamin
amalmu pasti mengantarkanmu
ke sorga kelak? Atau kau berani
mengatakan bahwa orang-orang
di warung yang tadi kau
pandang sebelah mata itu pasti
masuk neraka? Kita berbuat baik
karena kita ingin dipandang baik
oleh-Nya, kita ingin berdekat-
dekat dengan-Nya, tapi kita tidak
berhak menuntut balasan
kebaikan kita. Mengapa? Karena
kebaikan kita pun berasal dari-
Nya. Bukankah begitu?'
Aku hanya bisa menunduk.
Sementara Kiai Tawakkal terus
berbicara sambil menepuk-
nepuk punggung saya. 'Kau
harus lebih berhati-hati bila
mendapat cobaan Allah berupa
anugerah. Cobaan yang berupa
anugerah tidak kalah gawatnya
dibanding cobaan yang berupa
penderitaan. Seperti mereka
yang di warung tadi; kebanyakan
mereka orang susah. Orang
susah sulit kau bayangkan
bersikap takabbur; ujub, atau
sikap-sikap lain yang cenderung
membesarkan diri sendiri.
Berbeda dengan mereka yang
mempunyai kemampuan dan
kelebihan: godaan untuk
takabbur dan sebagainya itu
datang setiap saat. Apalagi bila
kemampuan dan kelebihan itu
diakui oleh banyak pihak'
Malam itu saya benar-benar
merasa mendapatkan
pemahaman dan pandangan
baru dari apa yang selama ini
sudah saya ketahui.
'Ayo kita pulang!' tiba-tiba Kiai
bangkit. 'Sebentar lagi subuh.
Setelah sembahyang subuh nanti,
kau boleh pulang.' Saya tidak
merasa diusir; nyatanya memang
saya sudah mendapat banyak
dari kiai luar biasa ini."
"Ketika saya ikut bangkit, saya
celingukan. Kiai Tawakkal sudah
tak tampak lagi. Dengan bingung
saya terus berjalan. Kudengar
azan subuh berkumandang dari
sebuah surau, tapi bukan surau
bambu. Seperti orang linglung,
saya datangi surau itu dengan
harapan bisa ketemu dan
berjamaah salat subuh dengan
Kiai Tawakkal. Tapi, jangankan
Kiai Tawakkal, orang yang mirip
beliau pun tak ada. Tak seorang
pun dari mereka yang berada di
surau itu yang saya kenal. Baru
setelah sembahyang, seseorang
menghampiri saya. 'Apakah
sampeyan Jakfar?' tanyanya.
Ketika saya mengiyakan, orang
itu pun menyerahkan sebuah
bungkusan yang ternyata berisi
barang-barang milik saya sendiri.
'Ini titipan Mbah Jogo, katanya
milik sampeyan.'
'Beliau di mana?' tanya saya
buru-buru.
'Mana saya tahu?' jawabnya.
'Mbah Jogo datang dan pergi
semaunya. Tak ada seorang pun
yang tahu dari mana beliau
datang dan ke mana beliau
pergi.'
Begitulah ceritanya. Dan Kiai
Tawakkal alias Mbah Jogo yang
telah berhasil mengubah sikap
saya itu tetap merupakan
misteri."
Gus Jakfar sudah mengakhiri
ceritanya, tapi kami yang dari
tadi suntuk mendengarkan
masih diam tercenung sampai
Gus Jakfar kembali menawarkan
suguhannya.


Kisah Kewafatan al Habib 'Abdul Qadir bin 'Abdurrahman Assegaf (Ayahanda al Habib Syech bin 'Abdul Qadir Assegaf, Solo)





Shaf pertama penuh berdesak-desakan.

Habib Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf mengisyaratkan kepada Habib Najib bin Thoha Assegaf agar maju ke shaf pertama di belakang beliau.

Melihat shaf pertama yang telah penuh berdesak-desakkan itu Habib Najib bin Thoha berkata, "Shaf pertama telah penuh, wahai Habib."

Mendengar jawaban itu Habib Abdul Qadir menjawab dengan penuh kewibawaan, "Wahai anakku, majulah, kau tak mengetahui maksudku!"

Jawaban itu menjadikan Habib Najib bin Thoha spontan maju ke shaf pertama, walaupun harus memaksakan diri mendesak shaf yang telah penuh itu. "Allaahu akbar".

Shalat jumat mulai didirikan. Habib Abdul Qadir membaca surat al-Fatihah, lalu membaca surat setelahnya dalam keadaan menangis.Di rakaat kedua pada sujud terakhir, beliau tak kunjung bangkit dari sujudnya. Suara nafasnya terdengar dari speaker masjid.

Karena sujud itu sudah sangat lama, maka Habib Najib bin Thoha memberanikan diri untuk menggantikan beliau. "Allaahu akbar", Ucapan salam untuk mengakhiri shalat diucapkan. Para jamaah berhamburan lari ke depan ingin mengetahui apa yang terjadi pada habib Abdul Qadir.

Saat itu mereka mendapati Habib Abdul Qadir tetap dalam keadaan sujud tak bergerak. Lalu tubuh yang bersujud itu dibalik oleh para jamaah, dan terlihatlah wajah Habib Abdul Qadir.

Maasya-Allaah, setiap orang yang melihat wajah beliau, menitikkan air mata. Bagaimana tidak menitikkan air mata? Mereka melihat wajah Habib Abdul Qadir tersenyum dengan jelas sekali. Tersenyum bahagia. Habib Abdul Qadir wafat dalam keadaan menikmati amal yang terindah.

Di saat melakukan ibadah yang teragung yaitu shalat. Mendirikan shalat itu dalam kondisi yang terutama, yaitu shalat berjamaah. Melakukan shalat yang bermuatan besar, yaitu shalat jumat. Pada saat melaksanakan rukun shalat yang terutama, yaitu sujud. Dalam posisi yang terpenting, yaitu sebagai imam shalat jumat. Di tempat yang paling utama, yaitu masjid. Di hari yang paling utama, yaitu hari Jum'at.

dari Sayyidil Habib Husin Nabil

Wednesday 26 December 2012

KISAH MU'ALAF

"Sampai matipun aku tidak akan pernah pindah agama!!!",
kata-kata itu sempat keluar dari mulutku. Karena memang aku tidak mau pindah agama, sebab awalnya agamaku adalah kristen protestan. Aku terlahir dalam keluarga kristen, aku tumbuh dewasa dalam suasana kristiani. Aku pernah menjadi ketua pemuda-remaja kristen di daerahku, aku juga pernah menjabat sebagai ketua mahasiswa kristen dikampusku. Bahkan aku pernah berkeinginan menjadi seorang pendeta. Sebagai aktivis gereja, aku juga menjadi penggerak atau motorik dalam perkembangan iman kristen di gerejaku, tak heran jika aku berkeinginan menjadi seorang pendeta. Yah... menjadi pendeta adalah cita-citaku, impian yang aku inginkan dari dulu. Dan seakan tubuh kristen itu sudah melekat dalam diriku. Berbagai seminar dan workshop tentang kekristenan sering aku ikuti. Semakin hari aku semakin ingin mengepakkan sayapku di bidang pelayanan gereja, mulai dari pembawa/penyampai khotbah dalam ibadah pemuda-remaja kristen, pemain musik dalam ibadah, pemimpin ibadah sampai menjadi pengurus dalam beberapa organisasi kristen. Entah bagaimana awalnya, yang pasti dulu semua itu aku percayai semata-mata hanya berasal dari tuhanku, yesus kristus.


Aku benar-benar percaya bahwa yesus-lah tuhanku, dan tidak ada tuhan selain yesus kristus. Itulah aku, dan aku bangga menyebut diriku sebagai umat kristen. Begitu banyak pengalaman suka duka dalam pelayananku, dan semua itu aku yakini menjadi jalan hidupku yang terakhir, jalan hidup dalam memeluk agama kristen. Apapun resikonya dan apapun kondisinya, aku tetap ingin menjadi orang kristen. Orang kristen yang bukan biasa-biasa saja, orang kristen yang bukan hanya KTP saja. Aku ingin menjadi tombak dalam perkembangan umat kristen, dalam pergerakan misionaris kristenisasi, itulah harapanku. Sering aku marah-marah kepada anggota keluargaku termasuk kepada orangtuaku sendiri jika mereka tidak berangkat ke gereja, aku sering memberikan motivasi kepada teman-teman kristen-ku dengan memberikan doktrin kepada mereka tentang mengapa kita harus datang ke gereja dan mengapa kita harus percaya kepada yesus kristus, bahkan aku menjadi tempat curhat dan tempat bertanya teman-temanku tentang beberapa hal dalam kekristenan. Dengan bermodalkan keyakinan, aku lakukan semua itu semata-mata karena imanku kepada yesus kristus. Dengan pelajaran saling mengasihi adalah sebagai modal dasar untuk terus bekerja melayani yesus.

Saling mengasihi, itulah yang aku pegang. Entah bagaimanapun sakitnya dan apapun resikonya, aku ingin terus melayani yesus kristus. Disamping ada bakat seni dalam diriku, tak jarang dalam suatu ibadah seringnya aku mengiringi ibadah tersebut dengan beberapa alat musik seperti keyboard, gitar dan drum. Karena ibadah tanpa nyanyian dan iringan musik seperti masak tanpa bumbu, hambar dan tak berasa apapun bagiku. "Only jesus in my heart, no matter how or what, ‘coz I just wanna live forjesus christ", itulah slogan atau motto dalam hidupku dulu. Menjadi seorang pemuda kristen yang militan dan kuat dalam segala cobaan adalah bagian dari keinginanku, seakan membuat jiwa kristen itu terus tumbuh dalam diriku. Tidak mudah memang mempertahankan kepercayaan seseorang yang telah diberikan kepadaku untuk mengemban tugas-tugas tersebut, namun aku sendiri juga tidak pernah ada niatan untuk mengundurkan diri meski terkadang timbul konflik dalam organisasi yang aku pegang. Karena aku menjalankan organisasi tersebut atas dasar kasih, dan dengan kasih tersebut tumbuh rasa ikhlas yang membuat semuanya menjadi mudah dan terlalu indah untuk ditinggalkan. "Bangga" itulah yang aku rasakan, bisa menjadi pengurus inti dan penggerak di berbagai bidang keagamaan khususnya agama kristen.
ISYAROH DARI ALLAH
Seiring berjalannya waktu, hingga aku kuliah di salah satu universitas di Malang Jawa Timur, membuat rasa ingin tahu tentang kristen itu semakin kuat. Sekuat keinginanku menjadi ujung tombak pelayanan rohani kristen, yang pada akhirnya aku ingin menjadi umat pemenang (sebutan bagi orang kristen yang percaya akan yesus kristus seutuhnya). Dengan rasa ingin tahu yang kuat, membuat aku semakin ingin mempelajari apa sih sebenarnya kristen itu. Namun disaat aku ingin mendalami tentang kristen dan ingin serius mempelajari Kristen, disaat itu pula aku mengalami isaroh dari Allah
Tahun 2005, adalah tahun dimana aku mengalami sesuatu yang sangat sulit dimengerti. Ketika itu aku tidur, tiba-tiba terdengar suara adzan yang berkumandang di telingaku. Sangat keras, seperti sebuah speaker besar tepat berada ditelingaku, sehingga membuat hati dan tubuhku bergetar mendengarnya. Suara adzan, suara yang seringkali aku dengar dari mushola atau masjid di sekitar rumahku. Suara adzan yang sama sekali tidak aku kenal dan tidak aku mengerti, tetapi pada saat mendengarkannya, seakan hatikupun ikut mengumandangkannya. Ini bukan mimpi saat tidur, tapi benar-benar nyata yang aku alami. Karena setelah aku mendengar suara adzan tersebut, aku langsung terbangun dan suara adzan tersebut masih berkumandang ditelingaku. Dalam penghilatanku seakan-akan tidak percaya, karena waktu itu waktu menunjukkan tengah malam, mungkin sekitar jam 3 malam. Yang setahuku, jam itu tidak ada adzan yang dikumandangkan. Semakin aku menolak untuk mendengarkannya, suara adzan tersebut malah semakin keras terdengar. Hatiku ingin terus mendengarkannya, namun tubuh dan pikiranku seakan menolaknya. Sepertinya hatiku memiliki jalan pemikirannya sendiri. Karena saking takutnya, tubuhku mulai gemetaran mendengarkannya. Dan aku sendiri tidak tahu, kenapa hatiku sepertinya bisa untuk mengumandangkan dan mengikuti suara adzan tersebut. Malam itu adalah malam yang sangat aneh bagiku, suara adzan yang berkumandang benar-benar mengoyakkan jalan pikiranku. Setelah kejadian itu, aku berusaha untuk melupakannya. Karena aku menyadari, aku bukan orang yang beragama Islam, aku adalah orang yang beragama kristen jadi sudah sewajarnya jika aku berusaha untuk melupakan kejadian tersebut. Tak mudah memang untuk melupakannya, karena seakan aku terus dihantui kejadian malam itu. Dengan berbagai kegiatan dan ibadah kristen, aku berusaha untuk melupakan kejadian tersebut
Tahun 2006, tahun ini adalah tahun yang sungguh membuat aku semakin merasa bingung. Suatu malam, aku tertidur seperti biasa. Sepulang mengajar komputer di salah satu SMK di tempatku, aku merasa sangat lelah sekali karena ada pekerjaan yang sangat menumpuk hingga membuat aku harus lembur. Sekitar jam 10 malam aku tiba di rumah, waktu itu aku langsung persiapan tidur, seperti bersih-bersih badan dan berdoa sebelum tidur, berdoa dengan cara kristen tentunya. Akupun tertidur, dalam tidurku aku bermimpi. Lagi-lagi ini adalah kejadian yang aneh. Seakan-akan kedua tanganku ada yang memegang, aku merasa keluar dari tubuhku sendiri. Akupun bisa melihat tubuhku sendiri, aku bisa menembus genting rumah dan aku pun bisa melihat-lihat keadaan disekitar rumahku pada malam itu. Sepi dan dingin, itulah yang aku rasakan. Semakin lama semakin aku semakin menuju keatas, tanpa kusadari ternyata aku menuju keatas langit. Bahkan terasa sesak didada karena bertabrakan dengan langit malam itu, dan seakan nafaskupun sedikit tersengal karena berada di atmosfir yang baru aku rasakan. Dalam hitungan beberapa detik, ternyata aku sudah berada diluar angkasa. Tiba-tiba terdengar suara yang merdu dan lantang, seraya berkata "Inilah matahari, inilah bulan, inilah planet, inilah bintang dan lihatlah kebawah, itulah bumi...", dan memang benar, yang dihadapanku memang semua yang disebutkan tersebut. Aku bisa melihat dengan jelas bagaimana matahari, bulan, planet-planet, bintang dan bumi. Lalu muncul pertanyaan dalam hatiku, kenapa bumi ada dibawah. Ingin rasanya memalingkan kepalaku, dan ingin melihat siapa yang memiliki suara indah dan merdu itu, namun aku seperti terkunci, tidak bisa bergerak kemana-mana. Yang aku lihat hanyalah sinar yang sangat terlihat terang dari belakangku. Setelah itu, terdengar suara lagi, "Akulah Tuhanmu, Aku adalah satu, Tuhan Yang Maha Esa...". Sungguh sangat sulit dimengerti memang, meski sebenarnya aku sangat sulit untuk menggambarkan bagaimana suasana malam itu
Kemudian aku dibawa turun, dan tangankupun dipegang lagi. Saat melintasi langit, aku pikir langsung menuju ke tempatku semula atau kembali ke tubuhku, namun ternyata tidak, aku diajak terbang ke arah barat. Ternyata aku sudah berada di atas Mekkah hanya dalam hitungan beberapa detik saja, dari atas langit kulihat beribu-ribu orang mengitari sebuah bangunan kotak hitam, yang sekarang aku sudah tahu bangunan itu adalah Ka'bah. Aku benar-benar diatas orang-orang tersebut, mereka seperti semut karena begitu banyaknya. Karena penasaran, dalam hatiku, aku ingin sekali turun ke bawah, namun langsung ada suara lagi berkata : "Sekali-kali kamu tidak boleh menyentuh tanah disitu, kamu hanya boleh menyentuh kepala orang-orang disitu", kemudian aku mengangguk. Selang beberapa detik setelah aku mengangguk, aku sudah berada di atas kepala orang-orang yang dibawahku tadi. Kemudian aku berjalan mengitari Ka'bah dengan berjalan diatas kepala orang-orang tersebut. Dalam mimpiku, aku masih agak bingung juga karena pada saat aku berjalan di atas kepala orang-orang tersebut dalam pikiranku pasti akan terjatuh tapi ternyata tidak, yang ada malah orang-orang tersebut mempersilahkan kepalanya untuk kuinjak. Sepertinya mereka membentuk sebuah barisan agar aku bisa melewati diatas kepalanya dan sepertinya mereka sudah tahu kalau aku akan datang. Karena sebagian ada yang senyum kepadaku, ada yang melihatku dengan tatapan tajam, ada yang melihatku dengan tatapan lembut. Kemudian aku mengitari Ka'bah. Karena penasaran, aku ingin masuk ke dalam Ka'bah. Aku tidak bicara apa-apa, tapi hatiku yang berbicara. Tiba-tiba, pintu di Ka'bah tersebut terbuka pintunya ke arah kiri dan kanan secara perlahan-lahan yang sebenarnya aku tidak tahu bagaimana bentuk dan letak posisi pintu Ka'bah yang sebenarnya. Dan dalam hitung detik aku sudah berada di dalam Kabah. Yang aku lihat adalah kaligrafi yang mengelilingi tembok yang sekarang aku sudah tahu kaligrafi itu adalah kaligrafi tulisan arab. Tulisannya besar dan bercahaya, berwarna emas terang benderang. Yang keindahannya tak dapat ku sampaikan dengan tulisan. Aku terkagum-kagum melihat keindahan tulisan tersebut. Kemudian aku melihat-lihat di sekelilingku, ternyata ada yang lebih menarik lagi. Ada tumpukan mutiara yang berbentuk seperti gunung, ada tumpukan emas batangan yang berjejer rapi dan menggunung, ada setumpuk perhiasan yang cahayanya terang benderang yang bentuknya seperti gunung juga, kemudian ada kursi emasnya juga tapi aku tidak tahu kursi apa itu. Tanpa kusadari, ternyata lantai yang aku injak sangatlah berbeda dengan lantai-lantai yang biasa. Lantainya benar-benar berkilau bak mutiara yang cahayanya tak bisa terbayangkan banyaknya. Sebenarnya aku sulit mengutarakan keindahan yang terjadi pada waktu itu, namun aku ingin menceritakan semampuku dalam mengingat kejadian tersebut. Tak lama kemudian aku terbangun dari tempat tidur. Ku lihat jam sekitar 02.00 dini hari. Aku terus terbayang-bayang akan mimpi tersebut, apakah artinya, adakah petunjuk di dalam mimpi tersebut, gerangan apakah yang berbicara dalam mimpiku tadi, begitu banyak pertanyaan yang muncul dalam benakku. Entah mimpi atau bukan, yang pasti kejadian ini benar-benar seperti nyata. Sebenarnya masih ada banyak lagi kejadian yang aku alami pada waktu mimpi ini. Tapi yang pasti secara garis besar, inilah yang aku alami
Tahun 2008 - 2009, adalah tahun yang semakin memberikan titik terang, salah satunya adalah dalam mimpiku aku selalu di datangi seorang lelaki tua, berjenggot, tinggi besar, hidung mancung, memakai baju putih seperti jubah, memakai sorban di kepalanya serta membawa tasbih. Dari kejadian ini aku terus berfikir, kenapa sosok orang tua tersebut sering muncul dalam mimpiku. Dan pakaian yang beliau kenakan juga tidak pernah berubah, selalu sama dengan mimpi-mimpiku sebelumnya. Lelaki tua disini bukan lelaki yang sudah tua renta dengan mamakai tongkat ditangannya, akan tetapi seorang lelaki yang sudah cukup tua dengan badan tegap, tinggi dan berbadan besar. Hidungnya mancung, kulitnya putih bersih, memiliki mata yang indah dan tajam tapi tetap terlihat lembut.
Ada dua mimpi dari beberapa mimpi yang lain yang membuat aku tak bisa melupakannya. Yang pertama suatu malam aku bermimpi berada disebuah tanah lapang yang tak ada seorangpun disekitarku. Yang kulihat hanyalah kabut putih yang membuat samar penglihatanku, seakan sunyi sepi dan tak berpenghuni. Namun saat aku melihat disekeliling tempat tersebut, ada sesosok lelaki tua yang memakai baju putih, dan benar lelaki tua tersebut adalah orang tua yang sering muncul dalam mimpiku. Beliau tersenyum padaku, sambil membawa baju di kedua tangannya. Beliau mendekat padaku, sehingga aku bisa jelas melihat wajahnya dalam mimpi, meskipun begitu aku tidak tahu kenapa kalau di dunia nyata seperti ini aku tidak bisa mendiskripsikan bagaimana wajah dan paras orang tua tersebut. Beliau mendekat padaku, kemudian beliau mengulurkan kedua tangannya. Di masing-masing tangan terdapat baju, disebelah kiri ada baju yang berwarna hitam atau merah kehitaman, aku sudah agak lupa yang pasti baju tersebut berwarna gelap, kemudian tangan yang disebelah kanan terdapat baju yang berwarna putih. Beliau tidak berkata apa-apa, hanya menatapku tajam dan seakan menyuruhku untuk memilih baju tersebut. Kemudian aku sempat berfikir, baju yang mana yang harus aku pilih, beliau tidak menyuruhku untuk memilih yang sebelah kiri ataupun kanan, beliau menyuruhku untuk memilih sendiri dan memberikan kebebasan untukku. Aku sempat memandang wajahnya, begitu lembut dan mententramkan hati, tak bisa kuceritakan bagaimana wajahnya, yang pasti saat melihat wajahnya ada kepuasan yang belum pernah aku dapatkan, ada ketenangan yang kurasakan. Kemudian aku melihat kedua baju tersebut, aku bingung harus pilih yang mana. Kulihat orang tua tersebut menungguku dengan sabar, seakan beliau memberikan kebebasan kepadaku baju mana yang akan pilih dan tak ada rasa kesal atau marah saat beliau menungguku untuk memilih baju yang berada tepat dihadapanku. Entah kenapa, dalam hatiku ingin sekali memilih baju yang berwarna putih. Akhirnya aku mengambil baju yang berwarna putih yang berada ditangan kanan orang tua tersebut. Dan saat kupegang, tiba-tiba baju tersebut menyala. Semakin kupegang semakin menyala, dan timbul rasa penasaran dalam hatiku, kemudian aku langsung mengambil dan memakainya. Ternyata baju putih yang aku pakai tersebut menyala seperti lampu terang benderang dan memancarkan sinar putih hingga menerangi sekitarku. Sekitarku yang awalnya sunyi sepi dan berkabut putih, seketika berubah menjadi terang benderang karena sinar yang muncul dari bajuku. Aku pernah melihat film-film yang menceritakan seorang putri/putra raja yang mendapatkan jubah kebesaran atau mahkota raja dan putri/putra raja tersebut langsung berputar-putar karena bahagia, begitu juga denganku, saat aku memakai baju tersebut aku begitu bahagia, aku langsung berputar-putar sambil tertawa bahagia. Perasaanku waktu itu sulit untuk aku ceritakan, karena ada rasa kebahagiaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Benar-benar luar biasa, baju yang awalnya biasa-biasa saja yang hanya berwarna putih biasa langsung berubah bercahaya dan memancarkan sinar yang terang benderang, padahal pada waktu itu mimpi, namun aku sendiri sulit mempercayai bahwa itu adalah mimpi karena benar-benar terasa nyata bagiku. Karena terlalu bahagia, aku sampai lupa dengan beliau yang tadi memberikan baju tersebut. Saat kusadari, ternyata beliau sudah tidak ada didepanku. Kulihat disekelilingku namun tak kutemukan sosok beliau lagi. Namun yang aku ingat adalah, saat aku memilih baju warna putih yang berada ditangan kanan beliau, hal terakhir yang aku lihat adalah beliau tersenyum padaku. Senyumnya begitu lembut, seakan lelaki tua itu juga bahagia karena aku memilih baju putih tersebut. Inilah mimpiku yang sebenarnya sulit untuk aku mengerti, karena kejadian di alam mimpi tersebut seakan benar-benar nyata. Namun aku tidak pernah menceritakannya kepada siapapun, karena takut tidak ada yang percaya. Mimpi ini aku alami pada tahun 2008
Mimpi yang kedua adalah aku bermimpi bertemu dengan orang lelaki tua itu lagi dan lelaki tua tersebut masih tetap mengenakan pakaian yang sama, mimpi ini aku alami pada pada tahun 2009. Suatu malam aku bermimpi, aku berada didalam suatu rumah. Rumah tersebut begitu bersih dan indah, meja kursi serta korden penutup cendela tertata dengan rapi, lantai dan temboknya terlihat begitu bersih dan terawat. Akupun melihat-lihat isi rumah tersebut, ternyata seperti rumah pada umumnya. Ada ruang tamu, kamar tidur, dapur, hiasan dinding dan lain sebagainya. Aku berfikir dalam mimpi, rumah siapakah ini? Disaat aku sibuk dengan pertanyaan-pertanyaanku sendiri, terdengar suara ada yang mengetok pintu dari luar. Aku agak takut, kok ada yang mengetok pintu padahal aku tidak tahu rumah siapakah ini. Kemudian dengan mengumpulkan keberanian, akupun berusaha memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut. Dan ternyata yang mengetuk pintu itu adalah lelaki tua yang sering kali muncul dalam mimpiku. Aku langsung tertunduk, dan beliaupun melihatku dengan tatapan yang sangat tajam. Aku seperti masih sulit untuk mempersilahkan beliau masuk, namun beliau begitu sabar menunggu didepan pintu sambil berdiri. Aku seperti sulit untuk mempersilahkan beliau untuk masuk ke dalam rumah. Kemudian aku beranikan diri untuk memandang wajahnya kembali, dan aku tak bisa berkutik sedikitpun saat aku memandang wajahnya. Mungkin aku benar-benar terpesona memandang wajahnya, karena wajahnya benar-benar seperti lembut dan enak dipandang. Begitu halus dan bersih, wajahnya putih bersih, kulitnya begitu indah, pakaian yang beliau pakai begitu halus dan indah, putih bersih itu yang terlihat. Entah seperti apa aku harus menceritakan bagaimana sosok beliau, karena benar-benar aku tak bisa menceritakan secara gamblang dan detail. Karena apabila dilihat dengan jelas, ternyata kulit dan pakaian yang beliau pakai memancarkan sinar, meski tak begitu terang benderang, namun dapat terlihat ada cahaya yang muncul dari kulit beliau. Selang beberapa lama, akupun mempersilahkan beliau masuk ke dalam rumah, seperti orang-orang jawa biasanya, aku mempersilahkan dengan mengacungkan jempolku tanda untuk mempersilahkan beliau masuk. Beliau pun tersenyum padaku sambil berjalan masuk ke dalam rumah, dan beliaupun langsung duduk di kursi yang sudah ada. Aku pun menyusul beliau untuk duduk, dan kamipun duduk secara berhadap-hadapan. Beliau duduk dikursi yang panjang, dan aku duduk di kursi yang pendek. Aku tidak berani melihat beliau, akupun hanya tertunduk diam. Beliaupun tak berkata-kata satu katapun. Jadi kondisinya kami berdua saling diam. Beliau memandangku dengan tajam, akan tetapi aku tak berani memandang beliau. Namun aku bisa merasakan, bahwa tatapan beliau adalah tatapan sayang, seperti tatapan seorang ayah yang sedang melihat anaknya. Dan akupun merasakan bahwa beliau masih tetap tersenyum padaku, padahal aku menunduk saat itu dan tidak memandang wajahnya, namun aku bisa tahu bahwa beliau tersenyum padaku. Beliau masih tetap tak berkata apapun juga dan hanya tersenyum melihatku. Kemudian aku terbangun dari tidurku. Inilah mimpiku yang tak bisa aku lupakan hingga saat in
Dari kejadian-kejadian tersebut, membuat aku semakin penasaran dan semakin ingin tahu apakah maksud dari suara adzan dan mimpi-mimpiku. Kemudian aku mencoba bertanya kepada orang yang ahli di bidang agama Kristen tentang hal tersebut, namun seakan jawaban yang aku terima tidak memberikan rasa puas bagiku. Masih ada sesuatu yang tidak aku mengerti, bahkan aku ingin mencoba mencari jawaban yang lain. Aku tidak berani sembarangan memilih orang untuk aku menceritakan tentang hal yang aku alami ini. Makanya aku terus berusaha untuk mencari orang yang tepat kepada siapa aku harus bercerita tentang yang aku alami tersebut. Kemudian aku menemukan salah satu orang yang memang hatiku seakan ingin sekali menceritakan kepada beliau, beliau adalah salah orang yang paham dan mengerti tentang agama Islam, sebagai salah satu tokoh agama di daerah beliau, beliau juga menjadi salah satu penggerak atau motorik dalam perkembangan agama Islam di daerah beliau. Beliau adalah salah satu anggota dari keluarga angkatku, karena memang sebelum aku pindah agama, aku memiliki keluarga angkat. Dan keluarga angkatku ini adalah beragama Islam semua, namun diantara kami tidak ada dinding pemisah, karena kami saling menyayangi dan menghormati. Hanya agama kami saja yang berbeda, selebihnya aku sudah seperti keluarga sendiri layaknya orang tua dan anak. Kemudian singkat cerita, secara perlahan-lahan aku mencoba menceritakan kejadian-kejadian yang aku alami secara detail kepada beliau, dan tidak hanya yang aku ceritakan dalam tulisan ini, namun juga beberapa kejadian lainnya yang aku alami. Saat pertama kali beliau mendengar ceritaku, beliau sangat kaget. Bahkan beliau seakan tidak percaya, beliau juga sempat berkata : "Masyaallah..., Subhanallah..., apa yang kamu alami benar-benar adalah hidayah dari Allah. Bahkan saya sendiri yang bertahun-tahun menjadi Islam belum pernah mengalami seperti yang kamu alami. Memang Alloh-lah yang berkendak atas segala sesuatunya...", dari apa yang beliau katakan tersebut, membuat aku kembali berfikir, ternyata apa yang aku alami ini adalah sesuatu yang tidak biasa, bisa dibilang tidak semua orang mengalami apa yang aku alami. Dari beberapa penjelasan beliau, aku mencoba merenungkan dan mencoba untuk memahaminya. Entah kenapa saat beliau menerangkan kejadian-kejadian yang aku alami, aku benar-benar merasa puas. Namun aku tetap saja bertahan dengan keegoisanku, yang seakan mengenyampingkan keterangan dari beliau. Karena memang jelas sekali bahwa beliau memberikan penjelasan bahwa semua yang aku alami tersebut dari Allah swt, dan itu adalah sebuah petunjuk untukku, agar aku bisa berjalan dijalan yang benar, yaitu di jalan Islam, apalagi setelah beliau berkata : "InsyaAllah, apa yang kamu alami adalah benar-benar dari Allah, dan Allah ingin kamu tahu, bahwasannya kamu diberikan isaroh untuk menjadi seorang Muslim yaitu dengan menjadi Mualaf", aku tahu apa maksud dari mualaf, karena dulu aku pernah kenal dan tahu dengan kata-kata mualaf. Aku berontak, karena aku sudah menjadi kristen lebih dari 15 tahun. Bagaimana mungkin aku menjadi mualaf hanya karena kejadian - kejadian tersebut, sangat bodoh bagiku. Itu yang aku alami saat itu dan aku tidak ingin mencari jawaban dari kejadian-kejadian yang alami lagi. Karena sudah jelas, apabila aku mencari jawaban kembali, jawaban yang aku dapatkan adalah jawaban yang mengajak aku untuk menjadi mualaf. Bagi orang lain mungkin mudah untuk mengatakannya, tapi bagiku itu adalah sesuatu yang sangat berat. Aku hidup dan berkembang dalam lingkungan kristen, jiwa kristen itu sudah terus bertumbuh dalam diriku dan aku tidak mungkin meninggalkan kristen begitu saja. "Apa kata dunia???!!!", dalam hatiku berkata demikian karena memang aku benar-benar merasa tidak mungkin meninggalkan kristen. Seiring berjalannya waktu, membuat aku semakin tak mengerti, ada perang bathin yang aku rasakan. Bagaimana perang bathinku ini, tidak bisa aku jelaskan dengan kata-kata. Karena memang yang aku rasakan begitu sulit dan sangat tidak masuk akal bagiku waktu itu, aku terus saja dihantui rasa bersalah karena kenapa aku bertanya kepada orang tersebut. Tapi ada satu hal yang membuat aku tak mengerti, semakin aku ingin menjauhi perasaan pindah agama, hatiku terus ingin menuju kesana. Aku berperang dengan hatiku sendiri, dan itu membuat sangat tidak nyaman. Saat aku beribadah kristen pun, aku merasa ada yang kurang. Hatiku sudah menolak dengan beberapa liturgi (jalannya suatu ibadah kristen) yang aku ikuti ataupun yang aku pimpin. Hatiku seakan mempunyai jalan pikirannya sendiri, yang pada akhirnya aku terus berperang dengan kata hatiku. Bingung dan penat, itu yang aku alami. Karena memang aku merasa ada sesuatu yang harus aku temukan, harus ada sesuatu yang aku dapatkan. Tapi tidak mungkin aku menjadi Islam, karena latar belakangku saja adalah aktivis gereja, sangat tidak mungkin sekali aku menjadi mualaf. Ditambah aku adalah Ketua Mahasiswa Kristen dikampusku, apa kata teman dan dosenku apabila aku menjadi mualaf, pasti sangat memalukan sekali. Setiap malam aku terus saja berperang dengan kata hatiku, dan seakan aku ingin teriak sekencang-kencangnya karena aku sudah tidak kuat. Akibat dari perang bathin tersebut aku malah merasa sudah menjadi seorang yang atheis (tidak percaya adanya Tuhan), karena sekitar 2 minggu aku terus saja tidak ingin berdoa apapun dan tidak ingin beribadah apapun. Aku benar-benar meninggalkan kegiatan ibadah apapun. Dan itu sangat menyakitkan bagiku
Singkat cerita, pada suatu malam, tepatnya pada hari Jum'at pukul 01.00 WIB dini hari, seperti ada yang membangunkan aku, sangat terasa sekali ada yang seperti menyentuhku dan membangunkan aku dari tidur. Kemudian aku terbangun dari tidur, aku pikir salah satu keluarga angkatku yang membangunkan aku karena waktu itu aku tidur dirumah keluarga angkatku. Namun saat aku terbangun, ternyata tidak ada siapa-siapa. Aku sempat kaget dan langsung merinding, karena sangat aneh bagiku kejadian tersebut. Disaat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, siapakah yang membangunkan aku tadi, tiba-tiba ada suara yang lembut dan sangat menggetarkan hati berkata : "Islam adalah agama yang benar, Islam adalah agamamu. Apa salahnya kamu pindah Islam? Karena sesungguhnya Islam adalah baik bagimu", saat aku menulis inipun, aku kembali merinding apabila mengingat kejadian tersebut. Waktu itu hatiku sungguh merasa tenang mendengarkan suara yang lembut tersebut, namun sebenarnya aku sangat kaget dan sangat takut, karena ada suara namun tidak ada orangnya. Kemudian suara itu berkata, "Bangun dan ambillah wudhlu. Karena itu baik bagimu", kemudian aku terbangun dari tempat tidurku dan pergi kekamar mandi, waktu itu aku sebenarnya bingung kenapa aku seperti menuruti suara tersebut, namun memang sebenarnya hatiku yang menggerakkan agar pikiran dan tubuhku untuk mengikuti suara tersebut. Setelah dikamar mandi aku kembali dihadapkan dengan pertanyaan, bagaimana caranya ber-wudhlu, karena aku benar-benar tidak tahu. Selang beberapa detik, suara lembut itu muncul kembali seraya berkata, "Bersihkanlah wajah, tangan dan kakimu dengan air, sebagaimana yang sudah kamu ketahui", mendengar suara tersebut, aku langsung teringat sebuah tayangan di televisi, apabila adzan maghrib, tayangan tersebut menampilkan orang-orang yang ber-wudhlu, meski tidak semua ditayangkan, namun aku masih ingat apa saja yang harus dibersihkan. Kemudian aku membasuh wajah, tangan dan kaki, yang sebenarnya aku tidak tahu sama sekali bagaimana caranya ber-wudhlu, hanya saja aku yakin sekali bahwa apa yang aku lakukan adalah benar. Setelah ber-wudhlu aku kembali ke tempat tidur, aku bingung mau apa lagi. Kemudian suara tersebut muncul kembali, "Berdoalah kepada Allah, sebagaimana orang Islam berdoa. Mintalah kepada Allah apa yang ada dalam hatimu, karena sesungguhnya Allah melihatmu sekarang ini dan Allah tahu apa yang kamu lakukan, karena Allah menunggumu", setelah itu aku mencoba untuk duduk dengan keadaan kaki seperti bersujud, rasanya ingin sekali sholat, namun karena aku tidak bisa sholat, aku hanya duduk lalu melakukan sujud 3 kali seperti orang sholat yang pernah aku lihat. Setelah sujud 3 kali, kemudian aku menengadahkan tanganku, sambil berdoa : "Ya Allah, inilah hamba, apa adanya hamba, hambamu yang penuh dengan dosa ini, mengharapkan kasih sayang dariMu. Jika memang Engkau mengijinkan hamba mualaf, berikanlah kesempatan kepada hamba untuk melakukan syahadat sekarang ini juga, namun jika Engkau tidak menginginkan hamba mualaf, ambillah nyawa hamba sekarang juga, daripada hamba hidup dalam keadaan yang lebih berdosa karena tidak beragama dan tidak bertuhan, amin.", dengan air mata yang terus mengalir, aku sendiri sebenarnya bingung kenapa aku bisa berdoa seperti itu, namun itu yang ada dalam hatiku dan memang itu yang ingin aku sampaikan. Aku tahu kata "syahadat" dari salah satu anggota keluarga angkatku, namun beliau tidak memberikan isi atau mengajarkan kalimat syahadat bagiku. Yang hanya disampaikan, bila ingin masuk Islam, harus membaca kalimat syahadat. Jadi pada intinya aku sama sekali tidak bisa membaca kalimat syahadat, itu saja. Tapi malam itu, aku sangat yakin sekali untuk membaca syahadat. Karena rasa keyakinanku tersebut, selang beberapa detik setelah aku berdoa, ada suara yang muncul kembali berkata, "Syahadat-lah, Karena sesungguhnya syahadatmu itu dari hatimu", kemudian suara tersebut berkata kembali, "Asyhadu An-Laa Ilâha Illallâh, wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullâh", kemudian aku pun mengikuti suara tersebut secara perlahan-lahan dan berulang-ulang kali, suara tersebut tidak hanya terdengar satu kali, namun beberapakali muncul hingga aku bisa membaca syahadat sendiri dengan hati dan mulutku sendiri, dengan penuh keyakinan akupun berkata : "Asyhadu An-Laa Ilâha Illallâh, wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullâh". Setelah aku membaca kalimat syahadat tersebut, aku langsung merasa puas, lega dan tenang. Aku seperti merasakan sesuatu yang baru, sesuatu kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan, seakan semua beban dalam hidupku seperti hilang begitu saja, seperti tidak ada masalah dan tidak ada beban hidup yang aku rasakan. Benar-benar perasaan yang tidak dapat terkatakan. Kemudian sekitar pukul 08.00 WIB pagi aku berkata kepada keluarga angkatku, bahwasannya aku siap menjadi mualaf, namun aku tidak menceritakan kejadian tadi malam yang aku alami. Semua anggota keluarga angkatku langsung menangis histeris dan langsung memelukku dan menciumiku, semua terasa bahagia waktu itu. Kebahagiaan yang tidak dapat kugambarkan dengan tulisan, karena tangisan mereka adalah tangisan bahagia yang sungguh sangat menggetarkan hati. Kemudian aku disuruh untuk mandi taubat, dengan diberitahukan cara-caranya. Setelah mandi aku diajarkan untuk berwudhlu, dan setelah wudhlu aku diberi sarung dan baju koko. Dimana sarung dan baju koko adalah pakaian Islam yang baru pertama kali aku pakai, dan kemudian keluarga angkatku menyuruhku untuk mengikuti setiap apa yang dilakukan nanti, maksudnya aku harus mengikuti gerakan-gerakan sholat apabila dimasjid nanti, karena aku akan diajak sholat Jum'at. Setelah itu aku diajak ke sebuah masjid yang ternyata masjid tersebut sudah lumayan penuh dengan jama'ah sholat Jum'at. Awalnya aku takut untuk masuk masjid, karena seakan prosesnya terlalu cepat bagiku, aku yang baru saja masuk Islam barusan, tiba-tiba sudah harus masuk ke dalam masjid, yang notabene-nya adalah tempat ibadah yang baru kenal. Namun aku tetap diajak untuk masuk dan duduk serta mengikuti gerakan-gerakan sholat Jum'at. Setelah sholat Jum'at, kemudian anggota keluarga angkatku tersebut maju kedepan dan membisikkan sesuatu kepada orang yang menjadi pemimpin sholat Jum'at, kemudian beliau memberikan pengumuman bahwa ada seorang yang mualaf, semua jama'ah bingung, toleh sana toleh sini, karena bingung siapa yang menjadi mualaf. Kemudian namaku disebut, dan aku disuruh maju. Dengan didampingi keluarga angkatku, akupun memberanikan diri untuk maju kedepan. Kemudian didepan para jama'ah aku diajak untuk mengucapkan kalimat syahadat kembali, dengan berlinangkan air mata, semua para jama'ah pun ikut dalam suasana yang sangat luar biasa bagi mereka siang itu. Semua para jama'ah menangis, bahkan sampai ada yang tersedu-sedu karena melihatku akan mengucapkan kalimat syahadat. Kemudian aku dibimbing untuk membaca kalimat syahadat, "Asyhadu An-Laa Ilâha Illallâh, wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullâh". Setelah aku mengucapkan kalimat tersebut, semua para jama'ah maju kedepan dan memberikan ucapan selamat, tak sedikit juga yang merangkulku, semua terbawa suasana waktu itu, isak tangis yang mengiringi jabat tangan kami, akupun tidak kuat menahan air mata. Sungguh benar-benar kejadian yang luar biasa bagiku, aku seperti hidup baru, dan aku pun seperti lahir baru dan seolah-olah baru terlahir di dunia ini. Entah bagaimana untuk menggambarkan suasana waktu itu, namun tak perlu aku menggambarkan suasana tersebut, aku yakin para pembaca sekalian pasti paham dengan keadaan suasana tersebut. Hari itu adalah hari yang berharga bagiku, bahkan menjadi hari yang luar biasa bagiku. Hari yang menjadi awal dan pertama kali aku masuk Islam, hari yang pertama kali aku memakai sarung dan baju koko, hari yang pertama kali aku belajar wudhlu dan belajar sholat. Sungguh sangat istimewa bagiku. Hari itu adalah Hari Jum'at tepatnya tanggal 24 Juli 2009 / 2 Syaban 1430 H. Hari yang tak kan pernah ku lupakan seumur hidupku
And I would like to say, "that day is the best day I ever had" atau hari itu adalah hari yang terbaik yang pernah aku alami atau aku miliki. Dan sungguh awal yang sangat indah sekali, Allah memberikan kesempatan kepadaku untuk menjadi mualaf pada hari Jum'at, yang sekarang aku telah tahu bahwa hari Jum'at adalah hari yang istimewa bagi umat Muslim. Dan alhamdulillah sekarang aku adalah seorang yang beragama Islam, dan aku bangga menjadi orang Muslim. Inilah sebagian cerita hidupku yang menjadi salah satu alasan kenapa aku pindah agama. Cerita hidup dari seorang hamba Allah, yang sebenarnya tidak layak untuk menjadi hamba-NYA karena aku sadar, bahwa hidupku sangatlah berdosa dan sangatlah hina, aku bukan siapa-siapa, dan akupun bukan keturunan dari pembesar-pembesar atau tokoh-tokoh yang besar. Namun aku yakin, bahwa semua itu adalah skenario dari Allah, dan sesungguhnya Allah tahu yang terbaik bagi setiap ummat-NYA serta Allah berhak kepada siapa Allah akan memilih untuk menjadi ummat-NYA. Dan kini, Islam adalah jalan hidupku yang terakhir, tak akan pernah kugantikan jalan hidupku ini dengan apapun juga. Seperti ada tertulis : "............................. Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus" ((Terjemahan dari QS. Al Baqarah : 142 ))
Kini, aku berada ditempat ini, disebuah daerah yang bernama Sarang, sebuah daerah yang baru aku kenal dan aku pijak sekarang ini, tempat yang begitu banyak menampilkan berbagai kegiatan islami, tempat dimana ajaran Islam ditegakkan dan disyi'arkan dengan berbagai bedah ilmu Islam, Lembaga Pendidikan serta adanya beberapa ulama besar yang salah satunya adalah seorang syaikina yang patut menjadi panutan yang sudah diakui oleh dunia, KH. Maimoen Zubair. Aku merasa menemukan ilmu yang sudah sepatutnya aku pelajari, bahkan aku merasa, hakikatnya mencari ilmu adalah di sini. Tempat yang sebenarnya baru aku kenal, namun aku sepertinya tidak ingin meninggalkan tempat ini. Tempat dimana orang menyebutnya sebagai Kota Santri atau Kaum Sarungan, dengan ilmu salaf yang diajarkan, aku merasa "tepat" berada disini. Pun juga sebenarnya ada cerita tersendiri mengapa aku bisa sampai ditempat ini. Sungguh rahasia Allah yang sulit untuk aku mengerti, namun aku tak perlu tanya mengapa, karena semua ini adalah bagian dari rencana Allah dalam hidupku. Meskipun semua anggota keluargaku masih beragama kristen. Namun alhamdulillah sekarang anggota keluargaku sudah mau menerimaku dalam keadaan Islam. Dan semoga merekapun mendapatkan hidayah seperti yang aku alami, amin
Aku ingin belajar, aku ingin mencari ilmu serta aku ingin mendalami ilmu Islam yang sebenar-benarnya. Dengan mengikuti salah satu Lembaga Pendidikan di PP. Al-Anwar Sarang, aku ingin belajar agama Islam dasar, meski awalnya sulit, namun aku yakin aku pasti bisa. Lembaga Pendidikan yang baru aku kenal dengan nama LP. Muhadhoroh, dan berada disalah satu kelasnya dengan sebutan SP, sungguh sangat menorehkan semangat tersendiri bagiku. Meski terasa lucu, karena semua teman-temanku umurnya jauh dibawahku, namun tak mengapa bagiku. Karena sesungguhnya teman-teman kecilku itu telah memberikan warna yang indah dalam coretan pena cerita hidupku, dan kini mereka menjadi salah satu semangatku untuk belajar. Meski setiap hari harus menahan marah dan jengkel karena sikap mereka yang terkadang diluar batas, seperti kenakalan mereka, keramaian mereka didalam kelas, namun sebenarnya mereka sudah menjadi bagian dalam hidupku. Berada dikelas SP, sudah menunjukkan siapa aku yang sebenarnya, seseorang yang ingin belajar Islam dari dasar. Karena aku tahu, mencari ilmu tidak pandang usia dan latar belakang, yang ada hanya keinginan yang kuat dan kesempatan. Teman-teman kecilku, aku bangga kepada kalian dan sesungguhnya keberadaan kalian adalah semangatku saat ini. Disaat aku jenuh dengan aktifitas dan pekerjaanku, karena tingkah laku kalian yang lucu, seakan kejenuhanku itu hilang begitu saja disaat aku bersama mereka. Terimakasih teman-teman kecilku, kalian sudah menjadi teman dalam hidupku yang tak mungkin aku lupakan. Dan mari kita bersama-sama belajar untuk memahami dan memaknai kehidupan dengan ilmu Islam yang kita pelajari saat ini
Inilah cerita hidupku, mualaf, yang semata-mata cerita ini bukan untuk sesuatu yang dibangga-banggakan untuk kesombongan, namun tulisan ini aku buat untuk mensyi'arkan kabar baik, tentang kebaikan dan kebesaran Allah swt. Semoga saja tulisanku ini bermanfaat dan dapat memberikan nilai tersendiri bagi setiap pembaca sekalian, amin